Orang-orang
yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul
a’zham) salah satunya dikarenakan salah memahami firman Allah ta’ala
yang artinya “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka
bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka
tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Yang dimaksud “menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi” adalah menuruti kaum musyrik. Hal ini dapat kita ketahui dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Dalam memahami Al Qur’an tidak cukup dengan ayat sepotong-potong atau satu ayat saja tanpa memperhatikan kaitan dengan ayat sebelumnya, kaitan dengan ayat lain pada surah yang lain, kaitannya dengan hadits, asbabun nuzul, gaya bahasa (uslub), kemampuan dalam balaghah, ilmu bayan dll. Begitupula dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah yang perlu diketahui dan dikuasai bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab seperti ilimu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). Selain itu perlu mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Qur’an dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Qur’an dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam yang masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain sebagainya. Tidak sempurna pula jika hanya mengetahui dan menguasai ilmu nahwu dan sharaf tanpa mengetahui dan menguasai ilmu balaghah atau ilmu sastra Arab. Fungsi sastra adalah fungsi rekreatif, didaktif, estetis, moralitas dan religius yang semua itu berhubungan dengan hati sehingga dapat membuka mata hati yang berujung dapat menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh). Kalau dalam berijtihad dan beristinbat atau menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah tanpa ilmu maka akan sesat dan menyesatkan.
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwaisn berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan (menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal) ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Mayoritas kaum muslim pada masa generasi Salafush Sholeh adalah orang-orang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, Sedangkan pada masa sekarang mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) adalah bagi siapa saja yang mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Yang dimaksud “menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi” adalah menuruti kaum musyrik. Hal ini dapat kita ketahui dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Dalam memahami Al Qur’an tidak cukup dengan ayat sepotong-potong atau satu ayat saja tanpa memperhatikan kaitan dengan ayat sebelumnya, kaitan dengan ayat lain pada surah yang lain, kaitannya dengan hadits, asbabun nuzul, gaya bahasa (uslub), kemampuan dalam balaghah, ilmu bayan dll. Begitupula dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah yang perlu diketahui dan dikuasai bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab seperti ilimu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). Selain itu perlu mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Qur’an dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Qur’an dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam yang masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain sebagainya. Tidak sempurna pula jika hanya mengetahui dan menguasai ilmu nahwu dan sharaf tanpa mengetahui dan menguasai ilmu balaghah atau ilmu sastra Arab. Fungsi sastra adalah fungsi rekreatif, didaktif, estetis, moralitas dan religius yang semua itu berhubungan dengan hati sehingga dapat membuka mata hati yang berujung dapat menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh). Kalau dalam berijtihad dan beristinbat atau menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah tanpa ilmu maka akan sesat dan menyesatkan.
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwaisn berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan (menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal) ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Mayoritas kaum muslim pada masa generasi Salafush Sholeh adalah orang-orang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, Sedangkan pada masa sekarang mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) adalah bagi siapa saja yang mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat.
No comments:
Post a Comment