Perkembangan Ba'alawi (Habib/Habaib) dibagi empat fase, setiap fase mempunyai ciri yg tersendiri. Perkembangan ini terjadi sebab pengaruh besar beberapa tokoh Ba'alawi, serta ketegaran dan kesabaran mereka dalam menempuh kehidupan yg bergolak di setiap zaman. Namun begitu, kaum Ba'alawi masih berpegang teguh kepada kepribadian mereka yang istiqamah kepada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Fase perkembangan Ba 'Alawi diuraikan seperti berikut:
Fase Pertama
Fase ini berawal pada zaman Ahmad bin Isa Al-Muhajir dan berakhir dengan Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali yaitu jangka waktu di antara abad ke-3 hingga abad ke-7 Hijriah. Pada zaman tersebut pemimpin dan tokoh- tokoh Ba'alawi dikenali dengan gelaran Imam atau Imam Mujtahid, Imam Mujtahid adalah orang yang dengan ilmunya yang tinggi dan lengkap mampu menggali dan menyimpulkan hukum-hukum Islam dari Al Qur'an dan Hadits. Imam Mujtahid inilah yang menjadi rujukan (marja') bagi orang awam dan kelompok muqallid. Tokoh-tokoh terkemuka pada masa itu ialah keturunan daripada Ubaidillah bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir, melalui 3 orang putera beliau, yaitu Bashri, Jadid dan Alawi. Keturunan Bashri dan Jadid tidak berlangsung panjang. Mereka mempelopori dan mengembangkan penyebaran ilmu hingga ke tahun 620an H/1223M. Keturunan Bashri dan Jadid yg terkemuka ialah Imam Salim bin Bashri (wafat pada 604H/1208M) dan Imam Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Jadid (wafat pada 620H/1223M). Tradisi pengajian Ilmu agama di teruskan oleh keturunan Alawi, yg terkenal di antara mereka ialah Imam Muhammad bin Ali bin Alawi atau yang dikenal dengan gelar Sahibul Mirbath (wafat pada 556H/1161M). Tradisi keilmuan ini juga diteruskan oleh dua orang putera Sahibul Mirbath, yaitu Imam Alwi dan Imam Ali, dan oleh putera Imam Ali, yaitu Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali, serta tokoh-tokoh yang muncul dari mereka.
Fase Ke-Dua
Zaman yang disebut fase kedua ialah di antara abad ke-7 hingga abad ke-11 Hijriah. Pada zaman tersebut tokoh-tokoh Ba'alawi yg terkemuka disebut dengan nama As-Syaikh. Zaman ini bertepatan dengan era Al-Faqih Muqaddam hingga ke zaman sebelum Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Di antara ulama-ulama yg terkemuka pada fase ini ialah Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali (wafat pada 653H/1255M), Al-Faqih Muqaddam Tsani Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladawilah (wafat 819H/1416M), Syaikh Umar Al-Muhdar bin Abdurrahman Assegaf (wafat 833H/1429M), Syamsi Sumus Abdullah Al-'Aidarus bin Abubakar Assakran (wafat 865H/1460M), Fakhril Wujud Syaikh Abubakar bin Salim (992H/1587M) dan Syaikh Zainal Abidin Al-'Aidarus (l041H/1631M). Pada masa tersebut jumlah Ba'alawi bertambah banyak dan mereka mulai dikenali dengan nama kabilah masing-masing seperti Mauladawilah, Assegaf, Al-Muhdar, Assakran, Al-'Aidarus, Al-Habsyi, Al-‘Atthas, Al-Haddad, Al-Bahr, Al-Junaid, Jamalullail dan banyak lagi.
Fase Ke-Tiga
Zaman yg dikenali sebagai fase ke-tiga ialah di antara abad ke-11 dan abad ke-14 Hijrah. Pada zaman tersebut tokoh-tokoh Ba 'alawi dikenal dengan gelar Al-Habib. Ulama- ulama yg terkemuka pada Fase ini ialah Habib Umar bin Abdurrahman Al-’Atthas (wafat 1072H/1652M), Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (wafat 1132H/1717M), Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr, dan Habib Abdurrrahman Bilfagih (wafat 1163H/1749M) dan banyak lagi tokoh yg lain. Pada masa ini juga keturunan keluarga Ba'alawi semakin berkembang dan banyak. Keadaan ini membawa kepada migrasi (perpindahan keluar) yg begitu pesat. Pada abad ke-11 dan ke-12 terjadi penghijrahan ke India, Timur Jauh, Afrika Timur dan Hijjaz, sementara di abad ke-13 terjadi pula penghijrahan ke Asia Tenggara (terutama ke Indonesia dan Malaysia). Kaum Ba' Alawi mewarisi semangat suka merantau. Namun begitu Ba'alawi juga merupakan kaum yg senang menyesuaikan diri dengan penduduk setempat dimana saja mereka menetap. Akan tetapi, seberapapun jauhnya mereka hijrah dari Hadhramaut, hubungan erat dengan kampung halaman tetap terjaga. Mereka yg menjalin hubungan melalui perkawinan dengan penduduk setempat dan masih mengirim anak-anak mereka ke Hadhramaut, terutama ke Tarim, untuk menuntut ilmu secara tradisional yg diasaskan oleh pelopor-pelopor Ba'alawi.
Pada penghujung fase ke-tiga didalam Sejarah Ba'alawi, perubahan dikalangan Ba'alawi di negeri rantau dapat terlihat. Walaupun tradisi pulang ke Hadhramaut untuk menziarahi keluarga masih diamalkan, banyak juga di antara mereka yg telah menetap di India dan Asia Tenggara mulai menampakkan proses asimilasi dengan masyarakat setempat dengan menyerap budaya dan tradisi penduduk asli. Juga yang pada masa dahulu kaum Ba'alawi menjauhkan diri dari kegiatan politik kecuali pada perkara-perkara yg mempegaruhi kemaslahatan umat, pada fase ini mereka ikut berkecimpung dalam dunia politik. Ada di antara kaum Ba'alawi yg mempunyai hubungan erat dengan raja-raja dan menggunakan pengaruh mereka demi penyebaran dakwah. Pada Fase ini banyak tokoh-tokoh Ba’alawi membina hubungan yg dekat dengan pihak istana sehingga raja-raja sentiasa merujuk kepada mereka untuk mendapat nasihat. Budi pekerti yg luhur, disiplin diri dan didikan yg menjadi tradisi dikalangan Ba'alawi adalah faktor utama meyebabkan mereka dihormati dan disanjung, sementara ciri pribadi istimewa menjadikan sebagian dari mereka diangkat sebagai pemimpin negeri. Ada pula dikalangan mereka yg menikah dengan keluarga raja dan pada akhirnya mereka diangkat menjadi raja, contohnya kabilah Syahab di Siak dan kabilah Jamalulail di Perlis. Beberapa kesultanan juga dipelopori oleh tokoh-tokoh Ba'alawi, sebagai contoh, Kabilah Azhamat khan dan Al-'Aidarus mendirikan kerajaan di Suraj (India) dan di Kubu (Kalimantan), Al-Qadri dan Bin Syaikh Abu Bakar di Kepulauan Comoros, Al-Qadri di Pontianak (Kalimantan) dan Balfagih di Filipina.
Fase Ke-Empat
Zaman yg dikenal dengan Fase ke-empat ini ialah di antara abad ke-14 Hijrah hinggalah dewasa ini. Perubahan yg berawal dipenghujung Fase ketiga menjadi semakin nyata di zaman ini. Dalam beberapa aspek hidup, kaum Ba'alawi telah mengalami kemunduran dari segi moral dan etika yg diasaskan oleh pelopor-pelopor di Hadhramaut dahulu. Zaman ini bertepatan dengan kemunduran Dunia Islam keseluruhannya, akibat dilanda budaya Barat. Kaum muda Ba'alawi, terutama mereka yg tinggal di tanah jajahan Inggris dan Belanda mulai meninggalkan pendidikan tradisional dan memilih pendidikan Barat. Walaupun masih terdapat tokoh-tokoh Ulama Ba'alawi dikalangan mereka, namun jumlah mereka sedikit dibandingkan dengan masyarakat Ba'alawi umumnya. Keadaan demikian telah mengikis status Ba'alawi keseluruhannya.
No comments:
Post a Comment