(1) “Laut itu
airnya suci”
Sedang air yang turun dari langit seperti air hujan dan
salju (es) adalah berdasarkan firman Allah SWT:
(2)
Dan Allah menurunkan kepada kalian
hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengannya” (QS. Al Anfal,8: 11).
Adapun
air yang keluar dari perut bumi, yakni mata air dan air sumur adalah berdasarkan
sebuah riwayat yang mengemukakan :
(3) “Sesungguhnya
Nabi saw. pernah berwudlu dengan air dari sumur Bi/udha’ah”
Yang
dikategorikan selain air mutlak, yaitu benda-benda cair seperti : cuka, air
bungan, minuman keras, dan sari buah-buahan atau tumbuhan. Kesemua itu tidak boleh dipergunakan, baik
untuk menghilangkan hadats maupun untuk menghilangkan najis. Firman Allah SWT:
(4)”…kemudian
kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian” (QS. An Nisa,4: 43).
Dalam
ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang tidak mendapatkan air
agar bertayamum. Dan Dia memberikan
petunjuk bahwa wudlu tidak dibenarkan selain dengan air. Hal ini dengan alasan,
karena sesungguhnya menghilangkan najis berarti mengembalikan keadaan agar menjadi
suci (bersih) kembali dan suci itu sendiri hanya bisa terjadi dengan air. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menurunkan
kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengannya” (QS. Al Anfal, 8 : 11).
Suci terdiri dari dua macam: suci dari hadats dan suci
dari najis. Bersuci untuk menghilangkan najis tidak menghendaki niat. Sedangkan
bersuci untuk menghilangkan hadats, seperti wudlu, mandi besar, dan tayammum
harus menyertakan niat, yakni tidak sah tanpa niat.
Sabda
Rasulullah saw.:
“Sesungguhnya
amalan-amalan itu dengan niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung
niatnya”.
Yang dimaksud amalan-amalan di sini adalah segala
bentuk ibadah dan bukan muamalah, sebab muamalah merupakan aktifitas yang
berupa percakapan bukan perbuatan. Sementara bersuci untuk menghilangkan hadats
menghendaki aktifitas yang berupa tindakan fisik, sehingga tidak akan sah tanpa
menyertakan niat. Maka dengan demikian, niat bersuci untuk menghilangkan hadats hukumnya wajib
sama halnya dengan niat untuk mendirikan shalat. Kepada yang bersangkutan
haruslah menyertakan niat di dalam hatinya, karena niat merupakan tujuan.
Ungkapan niat ini hendaknya ditentukan untuk menghilangkan hadats atau untuk
bersuci dari hadats, tetapi yang lebih afdhal hendaklah menyatakan niat sejak mula pertama mengambil air wudlu sampai berakhir. Sedangkan fardhunya adalah ketika mula
pertama mencuci muka, dengan alasan sebab muka adalah sebagai anggota wudlu
yang pertama dari seluruh rangkaian fardhu wudlu
No comments:
Post a Comment