Thaharah (Bersuci)

Thaharah menurut bahasa adalah suci dan bersih dari kotoran.  Adapun thaharah menurut istilah para ulama ahli hukum Islam (fuqaha) adalah menghilangkan hadats dan najis.  Menghilangkan hadats dan najis itu adalah dengan air mutlak, yakni dengan air yang belum mendapatkan imbuhan unsur lain sehingga namanya juga masih tetap sebagai air murni.  Air mutlak ini adalah air laut, air yang turun dari langit, dan air yang keluar dari bumi.  Air laut dikategorikan sebagai air mutlak adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw. :

(1) “Laut itu airnya suci”

Sedang air yang turun dari langit seperti air hujan dan salju (es) adalah berdasarkan firman Allah SWT:   

(2)     Dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengannya” (QS. Al Anfal,8: 11).

          Adapun air yang keluar dari perut bumi, yakni mata air dan air sumur adalah berdasarkan sebuah riwayat yang mengemukakan :

(3)     “Sesungguhnya Nabi saw. pernah berwudlu dengan air dari sumur Bi/udha’ah”

          Yang dikategorikan selain air mutlak, yaitu benda-benda cair seperti : cuka, air bungan, minuman keras, dan sari buah-buahan atau tumbuhan.  Kesemua itu tidak boleh dipergunakan, baik untuk menghilangkan hadats maupun untuk menghilangkan najis.  Firman Allah SWT:

(4)”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian” (QS. An Nisa,4: 43). 

          Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang tidak mendapatkan air agar bertayamum.  Dan Dia memberikan petunjuk bahwa wudlu tidak dibenarkan selain dengan air. Hal ini dengan alasan, karena sesungguhnya menghilangkan najis berarti mengembalikan keadaan agar menjadi suci (bersih) kembali dan suci itu sendiri hanya bisa  terjadi dengan air.   Allah SWT berfirman:

“Dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengannya” (QS. Al Anfal, 8 : 11).

Suci terdiri dari dua macam: suci dari hadats dan suci dari najis. Bersuci untuk menghilangkan najis tidak menghendaki niat. Sedangkan bersuci untuk menghilangkan hadats, seperti wudlu, mandi besar, dan tayammum harus menyertakan niat, yakni tidak sah tanpa niat.
          Sabda Rasulullah saw.:

“Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung niatnya”.


Yang dimaksud amalan-amalan di sini adalah segala bentuk ibadah dan bukan muamalah, sebab muamalah merupakan aktifitas yang berupa percakapan bukan perbuatan. Sementara bersuci untuk menghilangkan hadats menghendaki aktifitas yang berupa tindakan fisik, sehingga tidak akan sah tanpa menyertakan niat. Maka dengan demikian, niat bersuci  untuk menghilangkan hadats hukumnya wajib sama halnya dengan niat untuk mendirikan shalat. Kepada yang bersangkutan haruslah menyertakan niat di dalam hatinya, karena niat merupakan tujuan. 

Ungkapan niat ini hendaknya ditentukan untuk menghilangkan hadats atau untuk bersuci dari hadats, tetapi yang lebih afdhal hendaklah menyatakan niat sejak mula pertama mengambil air wudlu sampai berakhir. Sedangkan fardhunya adalah ketika mula pertama mencuci muka, dengan alasan sebab muka adalah sebagai anggota wudlu yang pertama dari seluruh rangkaian fardhu wudlu

No comments:

Post a Comment

Tentang Saya