Allah berfirman dalam
kitab-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”.
Ayat ini menunjukkan fitrah bagi seluruh umat islam untuk menyampaikan kebaikan
dan melarang kemungkaran. Sedangkan firman Allah Ta’ala lainnya, “Serulah
manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik”,
menunjukkan perintah bagi para ‘Alim ‘Ulama sebab mereka dibekali dengan hikmah
dan ilmu pengetahuan tentang agama. Tersebut dalam sebuah hadits : “Agama adalah nasihat”. Kami (para sahabat) bertanya, “Untuk siapa ya Rasulullah?”
Rasulullah berkata, “Untuk Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum awamnya”.
Sayyid Muhammad Al-Maliki rhm berkata, ”Sejak Nabi diutus da’wah telah ada,
sekarang kita tinggal pilih: berda’wah atau diam, tapi siapa yang memerintahkan
kita untuk diam dari kebaikan? Siapa yang memerintahkan kita untuk tidak
mendorong masyarakat agar berbuat baik dan takwa? Siapa yang memerintahkan kita
untuk tidak mencegah masyarakat dari perbuatan buruk?. Meskipun kita lemah,
kita harus menunaikan perintah Allah, dan meneladani orang-orang baik. Kepada
orang-orang yang mencaci kita, kita akan membantu mereka semampu kita. Inilah
akhlak Nabi MuhammadJ”. (Manhaj
Da’wah)
Firman Allah Ta’ala:
”Tetapi kalian tidak menyukai nasihat” (QS Al-A’raf:79).
Sayyid Muhammad Al-Maliki berkata, “Kebenaran itu pahit rasanya, karena itu gunakanlah penjelasan yang
mudah diterima, da'wah tidak harus selalu berupa nasihat. Tulisan yang baik
terkadang lebih berkesan”.
Dunia memiliki keterbatasan,
tetapi hasrat manusia tidak terbatas. Pada dasarnya manusia hanya membutuhkan
cukup makanan, cukup pakaian untuk menghangatkan badan dan sebuah rumah untuk
berteduh. Jangan diperbudak oleh terlalu banyak keinginan. Karena kita hanyalah
mendapatkan apa yang sudah ditetapkan oleh-Nya. Banyak atau sedikit adalah sama
yakni miqdar (ukuran) dalam mencapai kepuasan, yang membedakan adalah tidak
pernah adanya kecukupan. Tersebut
dalam ayat,
إِ نَّ النَّفْسَ
َلأَمَّارَةٌبِالسُّـؤءِ ( يوسف 53)
"Sesungguhnya nafsu
itu selalu mengajak kepada kejahatan"(QS Yusuf
53).
Adalah suatu
kebijaksanaan dan anugerah dari Allah yang patut disyukuri bahwa manusia
diciptakan memiliki hasrat, dengan hasrat, manusia akan bertahan dan mencapai kemajuan dalam
kehidupan, namun yang menjadikan buruk adalah jika manusia tidak mampu
mengendalikan hasrat tersebut. Ini merupakan hal yang sulit dan pelik lagi
tersembunyi dalam nurani antara gerak hati yang mengajak kebaikan dan yang
mengajak kepada kejahatan, mana
yang paling mendominasi, maka kearah tersebutlah manusia akan berjalan. Hanya bagi mereka yang mau berusaha untuk mengetahui hal ihwal keadaan
yang tersembunyi tersebut atau mereka yang memang dikehendaki-Nya yang mendapat
pertolongan-Nya hingga mulia dihadapan Allah Ta'ala.
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini terlihat nyata pemisahan antara
ajaran atau tuntunan dalam agama dengan keseharian kita, ceramah hanya
dijadikan tontonan atau hiburan dengan dalih siraman rohani, namun tuntunannya
tidak diwujudkan dengan perbuatan. "Muslimin saat ini
diibaratkan seekor ikan yang mendengar percakapan dua orang manusia bahwa air
adalah sumber kehidupan, si ikan kagum dengan objek yang dibicarakan dan ingin
mengetahui bagaimana air tersebut, padahal si ikan tersebut hidup dalam air"
(Perkataan
Ulama). Begitu pula kaum muslimin saat ini, kita yakin bahwa Al-quran adalah
sumber petunjuk, dan kita berada Negara yang mayoritas muslim meyakini bahwa
Al-Quran adalah sumber petunjuk, namun kita tidak berusaha untuk mempelajari dan
mengamalkannya.
Tuntunan (ajaran agama) merupakan
kunci penyelesaian dari segala tuntutan dan masalah yang terbebankan pada kita
dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat nanti, sebab memang islam mengatur
segala aspek demi menciptakan suatu kehidupan yang baik serta damai. Al-Habib
‘Ali bin Muhammad Al-Habsyi berkata, “Pada masa ini
manusia telah merubah Hadits Nabi, ”Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri
China” menjadi “Tuntutlah Dunia (Harta) sampai ke Negeri China”. Sungguh menyedihkan dan memalukan apa yang mereka tuntut.
Pada umumnya tuntutan
kebutuhan akan hidup yang dijadikan alasan untuk memenuhi hasrat atau hasrat
yang dipenuhi ambisi sehingga meninggalkan atau menyepelekan tuntunan (ajaran
agama), dua hal ini sering membuat manusia ,
- Tertipu karena ketidaktahuannya (tidak perduli akan pengetahuan agama)
- Menipu Allah (secara langsung maupun tidak langsung) hatinya tahu bahwa itu salah, namun memaksa membenarkan tindakannya.
- Keadaan yang sama halnya dengan menipu dan mencelakai diri sendiri dan lingkungannya.
Seperti tersirat dalam sebuah ayat,
يُخَادِعُونَ الله
َ وَالَّذِينَ ءَامَنُوأ وَماَيَخْدَعُونَ اِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ . (البقرة 9)
"Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedangkan mereka tidak menyadarinya". (al-Baqarah 9), merasa dirinya berbuat kebenaran namun sadar atau tanpa disadari
sesungguhnya ia terus berbuat salah dan tercela. Rasulullah b bersabda:
اِِنَّ الله َ تَعَالَى
فَرَضَ فَرَا ئِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوهَا, وَحَدَّحُدُودًا فَلاَ
تَعْتَدُوهَا, وَحَرَّمَ اَشْيأَ فَلاَ تَنْـتَهِكُوهَا, وَسَكَتَ عَنْ
اَشْيَأَرَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ, فَلاَ تَبْحَثُوعَنْهَا.رواه الدارقطنى وغيره
”Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa
kewajiban, maka janganlah menyia-nyiakannya. Dia telah menentukan
batasan-batasan, maka janganlah kalian melanggarnya; Dia telah mengharamkan
beberapa hal, maka janganlah kalian jatuh kedalamnya; Dia telah mendiamkan
beberapa hal karena kasih sayang-Nya kepada kalian dan bukan karena Allah lupa,
maka janganlah kalian mencari-carinya”.
Seorang Bijak berkata, “Janganlah kamu
mengabaikan Tuhanmu; janganlah kamu mengabaikan sesama makhluk; dan janganlah
kamu mengabaikan dirimu sendiri”; yang dimaksud dengan
mengabaikan Tuhan adalah bila seseorang menyibukkan diri untuk melayani sesama
makhluk dengan melupakan Tuhan, yang dimaksud dengan mengabaikan sesama makhluk
adalah bila seseorang berbuat buruk terhadap orang lain atau menyebutkan
keburukan-keburukan seseorang dihadapan orang lain, sedangkan mengabaikan diri sendiri
adalah seseorang meremehkan kewajiban-kewajiban yang diberikan Allah Ta'ala
kepada para hamba-Nya.
Rasul Bersabda :
اَلبِرُّ لاَ يَبْـلَى وَالْلإِثْمُ لاَ يُنْسَى وَالدِّ
يَانُ لاَيَفْنَى, وَكُنْ كَمَا شِئْتَ يَعْنِى كَمَا تَدِينُ تُدَانُ.
"Kebaikan Itu tidak akan Rusak, Dosa Itu
tidak akan dilupakan, TUHAN tidak akan sirna (mati), dan Jadilah kamu
sebagaimana apa yang kamu kehendaki, yakni sebagaimana yang kamu amalkan akan
dibalas". Dan,
لاَصَغِيرَةَمَعَ
الإِصْرَارِ وَلاَكَبِيرَةَمَعَ الِإسْتِغْفَارَ.
"Tidak dianggap dosa kecil jika dilakukan
terus menerus, dan tidak dianggap besar bila mohon ampun". (Sahabat). Empat hal yang
dilakukan sesudah perbuatan dosa yang lebih jelek dari perbuatan itu sendiri,
yaitu: menganggap remeh, merasa tidak apa apa, merasa
senang, dan terus menerus melakukan perbuatan dosa ".
Agama dalam masyarakat
umumnya pada masa ini telah dicampur aduk hingga menjadi barang konsumsi bagi
siapa saja yang keranjingan berbelanja hal-hal mistis dan spirituil. Keadaan
ini nyaris membuat manusia jadi pengemis, bahkan pengemis lebih baik (karena memang fakir). Berdoa hanya
menurut sebatas kebutuhan atau hanya saat sedang butuh, seperti minta jodoh,
kekayaan, rizki, pangkat, kelancaran bisnis, sembuh dari penyakit, dan bebas
dari kesulitan. Apakah zaman kita ini seperti yang di katakan Ibnu Mas’ud, ”
Suatu zaman dimana perkara benar ditolak, sedangkan tindak aniaya dan
perampasan hak orang lain tidak ditolak. Zaman ini adalah zaman yang buta, tuli
dan tidak jelas. Di zaman ini Iblis naik turun. Jika ini terus berlangsung dan
tidak ada perubahan, maka tidak bakal ditangisi seandainya ada orang mati (pembunuhan merajalela), dan tidak akan dirasakan kegembiraan bila
ada orang dikaruniai anak (perzinahan dimana-mana)”. “Orang
yang lemah iman dapat berbuat dan mampu melaksanakan Ibadah, namun hanya orang
yg kuat imannya saja yg mampu meninggalkan maksiat". Inilah penyebab terpuruknya
kita kedalam situasi seperti ini. RasulJ menganjurkan
umatnya berdoa,
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِىالدُّنيَاحَسَنَةً وَفِىالأَخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَاعَذَابَ النَّارِ. البقرة 201
“Ya Tuhan kami, karuniai
kebaikan didunia kepada kami, dan anugerahi kebaikan diakhirat kepada kami, dan
jauhkan kami dari siksa neraka”.
Seseorang tidak akan
mendapatkan kehidupan yang baik didunia kecuali dengan pengetahuan yang
berkaitan dengannya dan kerja keras serta kesabaran yang dibutuhkan untuk
meraihnya. Yang dimaksud kebaikan dalam hadits tersebut bukan hanya diukur
dengan kekayaan, kekuasaan atau kejayaan didunia, sebab makna kebaikan itu
adalah luas dan terkadang yang dianggap baik dimata umum ternyata buruk
dihadapan Allah, jika begitu bagaimana mungkin kita mendapatkan kebaikan di
akhirat dan selamat dari siksa neraka kelak. Makna sesungguhnya adalah bahwa
RasulJ menyuruh kita berusaha dengan sungguh-sungguh
dalam meraih kebaikan didunia agar dengan kebaikan didunia tersebut kita
mendapatkan kebaikan diakhirat kelak sehingga kita terhindar dari siksa neraka
yang teramat pedih. Rasul Bersabda,
إِسْتَفْتِ قَلْبَكَ!
اَلبِرُّمَااْطَمَأَ نَّتْ اِلَيهِ النَّفْسُ وَاْطمَاَنَّ اِلَيهِ
القَلْبُ.وَالإِثْمُ مَاحَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَاِنْ
اَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ. رويناه فىمسند الامامين, أحمد بن حنبل و الدارمى
بإسند حسن
”Bertanyalah kepada hatimu sendiri, kebajikan
adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hatimu tenang sedang dosa adalah sesuatu
yang menggelisahkan jiwa dan menimbulkan keraguan dalam hati,meskipun
orang-orang memberi fatwa yangmembenarkanmu(mendukungmu)“.
Allah Berfirman :
وَمَآ ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْـتَهُوا, وَاتَّقُوا الله َ إِنَّ الله َ شَدِيدُ العِقَابِ . (الحشر 7)
”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah
dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al-Hasyr 7).
Termaktub dalam sebuah ayat,
اِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَاللهِ أَتْقَاكُمْ. الحخرت 49
"…Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa
diantara kalian", Pada
ayat lain Allah memerintahkan, "Bertakwalah kamu
dengan sebenar-benarnya takwa". Dalam ayat ini
menunjukkan perintah Allah untuk bertakwa dengan sesungguhnya, namun dalam
tingkatan kita (awam) tidak akan sanggup untuk mengetahui hakikat takwa apalagi
mengamalkannya, maka dengan itu sebab kasih sayang Allah kepada hambanya maka
Allah berfirman dalam ayat lain,"Bertakwalah kamu menurut
kesanggupanmu". Allah berfirman pula, "Allah
menginginkan kemudahan bagimu, bukan kesukaran bagimu". Dengan adanya ayat ini Allah meringankan hamba-hamba-Nya dalam
ketakwaan kepada-Nya, namun bukan dengan adanya keringanan tersebut kita
kemudian beramal sesukanya atau menyepelekannya. Kita harus berusaha mengetahui
hakikat takwa tersebut, sebab menuntut ilmu ini merupakan kewajiban, karena
inilah inti dari penghambaan lahir dan bathin begitu juga dalam mengamalkan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan begitu berkat pertolongan-Nya akan kita temukan
kebahagiaan yang hakiki dengan sendirinya. Dan hendaknya perlu
diketahui bahwa hasrat menuntut ilmu, beribadah, berbuat kebajikan, kejernihan
dan kasih sayang yang tulus yang ada dalam hati seorang hamba adalah rahmat
berupa hidayah yang diberikan oleh Allah kepada hamba tersebut dan adalah
keharusan bagi kita untuk mempertahankan semua itu dan wujudkan dengan
beristiqamah (kontinuitas) dalam beramal, ketahui pula semua itu adalah buah
dari ilmu dan ibadah, jadikanlah hal tersebut sebagai prinsip untuk mencapai
keberhasilan dan kesuksesan dalam ruang lingkup kasih sayang-Nya.
Firman Allah SWT :
وَاصْبِرْ نَفسَكَ مَعَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَوَاةِ وَالْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ, الكهف 28
“Sabarkan
dirimu bersama orang-orang yang menyembah Tuhanmu siang dan malam yang
menghendaki keridhaan Allah SWT“.(Al Kahfi:28).
, وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ
عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِينَةَالْحَيَواةِ الدُّ نْيَا, وَلاَ تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا
قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَاوَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
"jangan kau palingkan pandanganmu dari mereka karena menghendaki
perhiasan kehidupan dunia. jangan kamu mengikuti mereka yg melupakan hatinya
dari mengingat (dzikir) kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya, dan
adalah mereka itu melampaui batas“.(Al Kahfi:28).
Sayyid
Muhammad bin 'Abdullah Al-'Aydrusd berkata : "Hakikat
Hawa adalah kecenderungan pada sesuatu yang bathil. Hawa adalah perilaku
dan tabiat nafs. Semua kecenderungan nafs pada
kebatilan adalah hawa".
Allah Ta'la berfirman :
وَأَمَّامَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَـهَى النَّفْسَ عَنِ الـهَوَى
فَإِنَّ الجَنَّةَ هِىَ المَأْوَى.النازعات 40-41
"Dan adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri nafsunya dari keinginan hawa, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya)".RasulJ bersabda:
لاَ يُؤمِنُ اَحَدُكُم
حَتَّىيَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًالِمَاجِئْتُ بِهِ. حسن صحيح, الأربعين النواوية
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kamu,
sehingga hawa nafsunya (tunduk) mengikuti peraturan-peraturan (tuntunan) yang
saya bawa”. (Hadits hasan
shahih).
AlHabib
'Ali bin Abu Bakar As-Sakrand berkata : " Menurut istilah nafs adalah sesuatu yang sangat
halus yang terdapat dalam jasad yang lahir dari perkawinan atau hubungan
langsung ruh dengan tubuh. Jika nafs muncul dalam kegelapan,
tidak memperoleh cahaya ilmu dan makrifat, maka ia akan menyukai syahwat dan
berbagai akhlak tercela. Sebab ia terbiasa dengan alam kasat mata, nafsu
seperti ini disebut nafs ammarah.
إِ نَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌبِالسُّـؤءِ ( يوسف 53)
"Sesungguhnya nafsu
itu selalu mengajak kepada kejahatan"(QS Yusuf
53). Jika nafs memperoleh tiupan hidayah dan terpanggil
untuk melihat maqam thuma'ninah, sesekali tertarik menuju alam yang tinggi dan
sesekali menuju alam yang rendah, maka ia disebut nafs lawwamah (pencela).
وَلآَ أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ الَّوَّامَةِ . القيامة 2
" Dan Aku bersumpah dengan nafsu lawwamah". Disebut nafsu pencela sebab
dia akan mencela dirinya yang telah mengetahui tempat thuma'ninah (tetapi mengapa
menuruti kehendak yang rendah). Kemudian jika nafs ini memperoleh 'inayah, maka
ia akan menjadi nafs mulhamah.
Dan
jika matahari 'inayah mencapai langit
hidayah, dan bumi bersinar dengan cahaya Allah, hati akan dipenuhi ketenangan
dan mencapai thuma'ninah. Pada saat itu dia menjadi nafs muthmainnah, yang siap
menerima panggilan :
إِرْجِعِ إِلىَ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً. الفجر 28
" Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rela dan di
ridhai-Nya". RasulJ memerintahkan dalam haditsnya, “Hendaklah
kalian duduk dengan ulama dan meresapi pembicaraan mereka yang bermutu, karena
sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang keras dengan cahaya hikmat,
sebagaimana tanah yang gersang dapat menjadi subur karena air hujan”.
Dan BeliauJ bersabda,
جَالِسُواالْكُبَرَاءَ وَسَائِلُواالْعُلَمَاءَ
وَخَالِطُواالْحُكَمَاءَ.
“Duduklah bersama orang-orang mulia, bertanyalah
kepada ulama, dan bergaulah dengan orang-orang bijak (hikmah)”. (HR Thabrani). Syekh Nawawi menerangkan
dalam kitabnya Nashaa-ihul ‘Ibad, bahwa ulama pada garis besarnya ada tiga : Ulama
yang ahli tentang hukum-hukum Allah, yaitu ulama ahli fatwa,Ulama
yang arif tentang keagungan dan kebesaran Allah dan tahu tentang sifat-sifat
yang berkaitan dengan ketuhanan yang disebut Hukama, mereka juga ahli
tentang kejiwaan karena itu jiwa mereka bersih dan hidup mereka terarah, Ulama
yang memiliki dua sifat diatas itulah yang disebut Kubaraa (besar), yakni
ulama yang ahli di segala bidang.
Segala yang kita miliki di
dunia ini hanyalah titipan karunia dari Allah SWT semata, yang seharusnya dimanfaatkan
untuk lebih mendekatkan diri dan bersyukur kepada-Nya., pada dasarnya manusia
mengakui kelemahan dan ketidak-berdayaan yang melingkupinya, namun kebodohan
dan keangkuhan yang membuat manusia terlena dan menjadikan mereka buta. Orang
banyak berbicara mengenai keadilan, namun bagi dirinya tidak ada sama sekali
rasa keadilan bila kekuasaan sedikit saja ada pada dirinya. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang
mulia, namun hilangnya kemuliaan disebabkan keangkuhan dan ketamakannya.
Ingatlah Sesungguhnya “Setiap yang
bernafas akan Mati”, dan bertanggung jawab atas yang mereka perbuat semasa
hidup, dan itu pasti akan terjadi. Jangan kita memikirkan masih lamanya hidup
di dunia (panjang angan) karena akan mengundur-undur untuk melakukan kebaikan,
ibadah dan bertaubat. Sesungguhnya kita tidak mengetahui kapan Malakul Maut
akan menjemput, tidak dapat kita minta undur sesaat pun, Ketentuan Allah SWT
berlaku pada setiap makhluk. Waktu adalah kunci Kehidupan, “Jagalah waktu Hidupmu sebelum datang waktu
Matimu. Jagalah waktu Sehatmu sebelum datang waktu Sakitmu. Jagalah Masa Mudamu
sebelum datang Masa Tuamu. Jagalah waktu Kosongmu sebelum datang Waktu Sibukmu.
Jagalah Waktu Kayamu sebelum datang Waktu Miskinmu”. Janganlah sia-siakan selagi Allah masih beri
kesempatan kepadamu. Bukankah RasulJ bersabda,
وَسَكَتَ عَنْ
اَشْيَأَرَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ, فَلاَ تَبْحَثُوعَنْهَا. رواه الدارقطنى وغيره
Dia (Allah) telah
mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang-Nya kepada kalian dan bukan karena
Allah lupa, maka janganlah kalian mencari-carinya (menyepelekan)”. (Hadits Ad-Daruquthni).
Dalam kehidupan kita
seharusnya tidak mengabaikan faktor moral dan ajaran agama sebab penuh akan
tuntunan dan petunjuk di dalamnya. Tapi jika manusia belum mendapatkan
keberhasilan, maka bercerminlah dengan kebersihan hati dan niat serta berusaha
dengan kemuliaan dalam mencapai tujuan dan cita-cita. Hidup ini seperti paradoks, sukses bukanlah seluruhnya usaha kita, itu
tergantung pada kehendak Allah SWT. Tetapi sebelum waktunya tiba, bersiaplah.
Buat diri kita berguna dalam kehendak-Nya. Kekuatan jasmaniah (tubuh yang sehat) adalah
suatu perangkat menuju keberhasilan dan kesuksesan dalam ukuran global. Namun
kekuatan bathiniyah (jiwa) dan kebersihan hati adalah faktor terpenting yang
menentukan hasil dalam perjuangan.
Al-Quthbil
Irsyad wa Ghautsil 'Ibad Al-Habib Abdullah bin ‘Alwy
Al-Haddadd berkata; ”Dalam mencari dunia, manusia berusaha keras lahir dan bathin. Namun
Sayang ia menempuh jalan yang keliru sehingga sia-sia usahanya.”(membuatnya
semakin jauh kepada Allah). Sabda NabiJ : “Cinta dunia pangkal segala salah dan dosa, maka seharusnya engkau
berpaling darinya”. Maksud dalam
hadits ini adalah sekedar tidak melalaikan perkara yang penting sebagai bekal
di hari akherat, dengan tidak membelakangi urusan dunia yang memang harus
dilaksanakan. Al-Habib Abdullah bin
'Alwy Al-Haddadd berkata: “ Dalam Agama ada yang penting dan ada
yang lebih penting. Orang yang mengetahui, memahami, bertakwa dan berbuat
baik tidak akan kesulitan untuk membedakan yang mana yang penting dan mana yang utama, mana yang lebih penting
dan mana yang lebih utama".
Berkata Al-Habib 'Abdullah
bin 'Alwy Al-Haddad : "Hendaklah
anda menjaga ketaatan kepada Allah dan menghias diri dengan akhlak qana'ah
(merasa puas dengan rizki yang Allah anugerahkan kepadanya). Janganlah anda mengira akan dapat
mencapai kenikmatan hidup diakhirat, jika anda cenderung ingin menikmati
keduniaan". Kebutuhan hidup sehari-hari memang perlu dan dijamin oleh
maula (Allah) anda, sama halnya dengan semua makhluk melata di bumi. Allah
SWT tidak mewajibkan anda supaya memberi rizki kepada diri anda sendiri. Allah
SWT hanya mewajibkan anda supaya benar-benar taat kepada-Nya, dan Dia
sendirilah yang pasti memberi rizki kepada anda. Makin banyak anda taat
kepada-Nya, makin mudah dan makin banyak rizki yang anda peroleh".
Beberapa orang berusaha
sangat keras tapi kesuksesan masihlah belum dicapai, sedangkan yang lain kelihatannya dapat
berhasil dengan begitu mudahnya. Renungkan Firman Allah SWT:
أَحَسِبَ النَاسُ أَنْ
يُـتْرَكُوا أن يَقُولُوا ءَامَـنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَـنُونَ . وَلَقَدْ
فَتَـنَّاالََّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَـعْلَمَنَّ الله الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَـعْلَمَنَّ الكَاذِبِـينَ . ( العنكبوت 2-3)
”Apakah manusia mengira bahwa mereka akan
dibiarkan saja mengatakan; kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta”. Renungkanlah makna
ayat tersebut, manusia hidup dengan penuh ujian dan cobaan akan kejujuran dan ketulusan dalam penghambaannya kepada
Allah. Perhatikan pula bahwa Allah telah berfirman :
وَمَاخَلَقْتُ الجِنَّ وَلإِ نْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
" Tidak Kuciptakan
jin dan manusia melainkan untuk beribadah".
Kita
harus bersyukur bahwa dalam islam, ibadah atau amal itu banyak macamnya dan
tidak terhitung bilangannya. Semua perbuatan baik walaupun hanya seulas senyum
terhadap sesama, dinilai ibadah dan diberi pahala oleh Allah. Namun faktor yang
menentukan dalam amal perbuatan tersebut adalah Niat. Niat hanya ada dua macam,
niat baik dan niat buruk. Niat berkaitan dengan hati manusia, yang juga hanya
ada dua macam, hati yang baik dan hati yang buruk. Dalam pengertian umum adalah
bahwa hati yang baik melahirkan niat yang baik, niat yang baik mewujudkan
perbuatan yang baik, perbuatan yang baik dinilai ibadah dan diberi pahala oleh
Allah SWT walau pada dlahirnya perbuatan itu (bukan perbuatan maksiat) kurang
baik dalam pandangan umum. Sebaliknya, hati yang buruk melahirkan niat yang
buruk, niat yang buruk mewujudkan perbuatan yang buruk, perbuatan buruk dinilai
maksiat dan diberi dosa oleh Allah SWT walau perbuatan tersebut pada dlahirnya
adalah ibadah. Nilai dalam agama dilihat dari hati kemudian pertimbangan akan amal si hamba.
Al-Habib
'Abdullah bin 'Alwy bin Muhammad Al-Haddad berkata, "Berbuatlah karena
Allah menurut kadar kemauan dan niatmu. Sebab,balasan(dari Allah)diberikan
menurut kadar kemauan dan niat, tidak menurut kadar perbuatan. Khazanah
Allah penuh akan ibadah. Jika satu malaikat saja yang terus sujud sejak
sebelum terciptanya dunia hingga hari kiamat kelak, dan yang satunya lagi
terus-menerus ruku' dan oleh Allah mereka dikaruniai perasaan nikmat berdzikir
sebagaimana telah dimaklumi, maka apalah artinya kadar amal perbuatanmu?! Jadi, balasan Allah
adalah karena niat. Allah tidak akan
menolong orang yang telah berniat hendak berbuat kebajikan sebelum ia mulai
berupaya. Dan Beliau rhm
berkata, "Sesungguhnya Allah hanya melihat kemauan
dan niat manusia. Siapa yang kemauan dan
niatnya karena Allah, meskipun perbuatannya tidak
seperti itu, dapat diharapkan perbuatannya akan mengikuti kemauannya". Rasulb bersabda,
اِنَّ اللهَ لاَ يَنظُرُ
اِلىَ صُوَرِكُمْ وَاَبدَانِكُمْ وَلكِنْ يَنظُرُ الى قُلُوبِكُم وَنِيَّاتِكُمْ.رواه احمد بن حنبل
" Allah tidak melihat
rupa dan tubuh kalian, tetapi Dia melihat hati dan niat kalian". Selanjutnya Beliauberkata,
"Pengertian diperoleh dari dua sisi. Pengertian yang diperoleh dari
ilmu pengetahuan dan pengertian yang diperoleh dari amal perbuatan. Ilmu banyak
sekali, manusia tidak perlu mengamalkan semuanya, tetapi cukup beberapa saja;
seperti ibadah-ibadah, juga tidak perlu mengamalkan semuanya. Yang tidak perlu
diamalkan ialah seperti adat(kebiasaan). Karena itu, hendaknya manusia berniat
bahwa jika mengamalkannya, ia akan memperoleh pahala niat".
Al-Habib
'Abdullah bin 'Alwy Al-Haddad berkata, "Lakukanlah ketaatan (kepada Allah) menurut
ukuran sewajarnya, sehingga sesudah itu engkau tidak menjadi jemu dan bosan.
Sebab, selama hati masih kotor, ia tidak dapat merasakan lezatnya ketaatan
kepada Allah. Selagi engkau dalam keadaanseperti itu, maka hati-hatilah engkau
menambahnya lebih banyak. Apabila hatimu terang dan dapat merasakan lezatnya
ketaatan, lakukanlah menurut kadar kelezatannya. Umur manusia berakhir tanpa
meninggalkan sesuatu. Mereka melepaskan segala sesuatu, menyimpan segala
sesuatu dan kehilangan segala sesuatu". Pada
hari Jum'at tanggal 18 Ramadhan 1128 H, Al-Habib 'Abdullah bin 'Alwy Al-Haddadd berkata, "Di zaman ini, berbuatlah kebajikan yang tidak menyusahkan dirimu
dan yang dapat kau lakukan terus menerus. Sedikit yang terus menerus (istiqamah) lebih
baik daripada banyak tetapi terputus-putus. Syukurilah yang sedikit, maka Allah akan
memberikan banyak. Tak usah kau melihat keadaan ulama ahli tassawuf dan orang-orang yang
seperti mereka, sebab para sahabat Nabi r.a pun tidak melakukan seperti yang
mereka lakukan. Padahal para sahabat Nabi itu hidup bersama cahaya kenabian".
Beliaudberkata, "Menyepi (khalwat) dan berlatih mematahkan hawa nafsu
(riyadhah) tidak tepat dilakukan orang pada zaman sekarang ini, karena tidak
adanya syarat-syarat bagi keduanya, seperti keharusan makan yang benar-benar
halal dan lain sebagainya. Akan tetapi, siapa yang bertekad untuk selalu
berpegang teguh pada semua yang diperintahkan Allah(fara'idh), meninggalkan
semua yang diharamkan agama, mengerjakan amar ma'ruf nahi munkar, menolong
orang yang lemah, membantu orang yang membutuhkan bantuan dan lain-lain
kebajikan seperti itu, ia pasti akan mendapatkan apa yang juga didapat oleh
mereka yang melakukan khalwat dan riyadhah, dan ia akan mendapatkan kembali apa
yang hilang dari khalwat dan riyadhah yang tidak dilakukannya".
No comments:
Post a Comment