وَإِذَا
أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا
فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah swt),
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya."[al-Israa':16]
Ibnu
'Abbas tatkala menafsirkan ayat ini menyatakan:"Maksud ayat ini adalah, jika Kami (Allah) telah memberikan
kekuasaan kepada pembesar-pembesar di sebuah kota, kemudian mereka berbuat
maksiyat di dalamnya, maka Allah swt akan menghancurkan penduduk di negeri
tersebut dengan 'adzab."[Mukhtashar
Tafsir Ibnu Katsir, juz 2/371]
Di ayat lain, Allah swt telah
mendiskripsikan kerusakan di darat dan laut akibat perbuatan manusia. Allah swt berfirman:
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat
perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar."[al-Ruum:41]
Imam Baidlawiy berkata, "Yang dimaksud dengan kerusakan (pada ayat
tersebut) adalah paceklik (al-jadb), kebakaran yang merajalela, ketenggelaman,
hilangnya keberkahan, dan banyaknya kelaparan, akibat kemaksiyatan dan ulah
perbuatan manusia."[Imam al-Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy, juz 2/106]
Menurut Imam
Ibnu Katsir, yang dimaksud kerusakan adalah berkurangnya hasil-hasil
pertanian dan buah-buahan karena kemaksiyatan manusia. Sebab, baiknya bumi dan langit tergantung
dengan ketaatan.[Mukhtasar Tafsir Ibnu
Katsir, 57]
Kedzaliman penguasa, keengganan rakyat
melakukan koreksi dan muhasabah terhadap penguasa merupakan pemicu datangnya
'adzab dari Allah swt. Sebaliknya,
ketaatan kepada Allah swt merupakan kunci bagi perbaikan bumi dan
seisinya.
Seorang mukmin harus menyakini, bahwa
seluruh musibah yang menimpa dirinya berasal dari Allah swt. Sebab, tidak ada satupun musibah yang terjadi
di muka bumi ini, kecuali atas Kehendak dan Ijin Allah swt. Akan tetapi, seorang mukmin juga wajib
mengimani adanya musibah-musibah yang disebabkan karena kemaksiyatan yang
dilakukan oleh manusia.
Sesungguhnya, musibah maupun 'adzab
yang ditimpakan Allah swt kepada manusia ditujukan agar mereka kembali
mentauhidkan Allah swt, dan menjalankan seluruh syariatNya dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Sayangnya,
banyak orang memandang musibah sebagai peristiwa dan fenomena alam biasa, bukan
sebagai peringatan dan pelajaran dari Allah swt. Akibatnya, mereka tetap tidak mau berbenah
dan memperbaiki diri. Mereka tetap
melakukan kemaksiyatan dan menyia-nyiakan syariat Allah swt. Mereka lebih percaya kepada kekuatan ilmu dan
teknologi bikinan manusia untuk menangkal bencana dan musibah, dari pada
Kekuatan dan Kekuasaan Allah swt.
Adanya musibah tidak justru menjadikan mereka rendah diri dan bersandar
kepada Allah, namun justru menyeret mereka untuk semakin ingkar kepada Allah
swt.
Benar, salah satu bentuk pembenahan
diri adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menangkal bencana dan musibah
dengan berbagai sarana dan prasarana;
misalnya; merancang master
planning yang komprehensif, membangun sistem
drainase yang baik, mendirikan tembok dan bendungan beton yang kokoh, dan
lain sebagainya. Namun, pembenahan
harusnya tidak hanya berhenti pada aspek-aspek fisik seperti ini saja, akan
tetapi harus mencakup pula pembenahan spritual yang mampu mengantarkan kepada
ketaqwaan yang hakiki; yakni mentauhidkan Allah swt dan menjalankan seluruh
syariatNya. Sebab, penyebab utama datangnya
'adzab adalah kemaksiyatan, bukan semata-mata karena lemah maupun kurangnya
sarana dan prasarana fisik. Wallahu A'lam bi al-Shawab
No comments:
Post a Comment