BIOGRAFI
KHATIB SAMBAS
Nama
Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd al-Ghaiffar alSambasi al-Jawi
(baca: Indonesia). la di lahirkan di kampung Dagang atau Kampung Asam, Sambas,
Kalimantan Barat (Borneo) pada 1217 H/1802 M. Setelah mendapatkan pendidikan
agama di kampung halamannya, ia tinggal di Mekkah pada usia 19 untuk
memperdalam ilmu agama clan menetap di sana selama quartal kedua abad 21. Ia
menetap di Mekkah hingga akhir hayatnya pada tahun 1289 H/1872 M. Di sana ia
belajar sejumlah ilmu pengetahuan agama, termasuk sufisme. Dan ia pun herhasil
mendapatkan kedudukan terhormat di antara teman-teman sezamannya hingga
akhirnya ajarannya berpengaruh kuat hingga sampai ke Indonesia.
Diantara
guru-gurunya antara lain ; Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris alFatani (w.
1843), seorang ulama besar yang menetap di Mekkah, Syeikh Samsuddin, syeikh
Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812). Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa
beliau juga murid dari Syeikh Abd Samad al-Palembangi (w. 1800). Seluruh
murid-murid Syeikh Syamsuddin memberikan penghargaan yang tinggi atas
Kompetensinya serta menobatkannya sebagai Syeikh Mursyid Kamil Mukammil.
Selain
yang disebutkan di atas, terdapat juga sejumlah nama yang juga menjadi
guru-guru Khatib Sambas, seperti Syaikh Muhammad Salih Rays, seorang mufti
bermadzhab Syafi’i, Syeikh Umar bin Abd al-Rasul al-Attar, juga mufti
bermadzhab Syafi’I (w. 1249 H/833/4 M), dan Syeikh ‘Abd al-Hafiz
‘Ajami (w. 1235 H/1819/20 M). ia juga menghadiri pelajaran yang diberikan oleh
Syeikh Bisri al-Jabarti, Sayyid Ahmad Marzuki, seorang mufti bermadzhab Maliki,
Abd Allah (Ibnu Muhammad) al-Mirghani (w 1273 H/1856/7 M), seorang mufti
bermadzhab Hanafi serta Usman ibn Hasan al-Dimyati (w 1849 M).
Dari
informasi ini dapat dikctahui bahwa Syeikh Khatib Sambas telah mendalami kajian
Fiqh yang dipelajarinya dari guru-guru yang representatif dari tiga madzhab
besar Fiqh. Sementara, al-Attar, al-Ajami dan al-Rays juga tiga ulama yang
terdaftar sebagai guru-guru sezaman Khatib Sambas, Muhammad ibnu Sanusi (w.
1859 M), pendiri tarekat Sanusiyah. Baik Muhammad Usaman al-Mirghani (pendiri
tarekat Khatmiyah yang sekaligus saudara Syeikh ‘Abd Allah al-Mirghani) maupun
Ahmad Khatib Sambas, keduanya juga anggota dari sejumlah tarekat yang kemudian
ajaran-ajaran taraket tersebut digabungkan mcnjadi tarekat tersendiri. Dalam
kasus tarekat Khatmiyah, tarekat ini penggabungan dari tarekat Naqsabandiyya,
Qadiriyya, Chistiyah, Kubrawiyah dan Suhrawardiyah. Sementara dalam catatan
pinggir kitab Fath al-’Ariin dinyatakan
bahwa sejumlah unsur tarekat penulis kitab tersebut adalah Naqsabandiyya,
Qadiriyya, al-Anfas, al-Junaid, Tarekat al-Muwafaqa serta, sebagaimana yang
disebutkan sejumlah sumber, tarekat Samman juga menggabungkan seluruh aliran tarekat
di atas.
Kelenturan
ajaran Qadiriyya bisa disebut sebagai faktor yang memotivasi Syeikh Sambas
untuk mendirikan taerkat Qadiriyya wa
Naqsabandiyya. Tentu saja, dalam tradisi sufi memodifikasi ajaran tarekat
bukanlah hal yang tidak biasa dilakukan. Misalnya, terdapat 29 aliran tarekat yang
merupakan cabang dari tarekat Qadiriyya. Sebenarnya bisa saja Syeikh Khatib
Sumbas menamakan tarekat yang didirikannya dengan Tarekat al-Sambasiyah
atau al-Khaitibiyah sebagaimana
kebanyakan aliran tokoh tainnya yang biasanya menamakan tarekat dengan nama
pendirinya, namun Khatib Sambas justru mcmilih menamakan tarekatnya dengan Qadiriyya
wa Naqsabandiyya. Disini ia lebih menekankan aspek dua aliran arekat yang
dipadukannya dan lebih jauh menunjukkan bahwa tarekat yang didirikannya
benar-benar asli (original).
Sementara
itu, kebanyakan murid-murid Ahmad Khatib Sambas berasal dari tanah Jawa dan
Madura dan merekalah yang meneruskan larekat Qadiriyya
wa Naqsabandiyya ketika pulang ke Indonesia. Diantara murid-muridnya tersebut
adalah ‘Abd al-Karim (Banten), Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (Madura),
Muhammad Isma’il ibn Abdurrahim (Bali), ‘Abd al-Lathif bin ‘Abd al-Qadir alSarawaki
(Serawak), Syeikh Yasin (Kedah), Syeikh Nuruddin (Filipina), Syeikh Nur al-Din
(Sambas), Syeikh ‘Abd Allah Mubarak bin Nur Muhamcnad (Tasikmalaya). Dari
murid-muridnya inilah kelak ajaran tarekat Qadiriyya
wa Naqsabandiyya sampai dan menyebar luas ke pelosok Nusantara.
AJARAN SYEIKH AHMAD KHATIB SAMBAS
Menurut
Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang Syeikh dari dua tarekat yang
berbeda, tarekat Qadiriyva dan
Naqsabandiyya. Karena
ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan tetapi
mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai aliran
tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya. Dalam
prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi (Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana
yang dipraktekkan dalam tarekat Qadiriyya. Selain itu, ia juga rnelakukan
sedikit perubahan dari praktek Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya
tentang lima Lathaif. Sedangkan
pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun
sesudah dzikir dilaksanakan.
Selain itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan
secara samar dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh
Khatib Sambas mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas
menggabungkan dua tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun mengambil tehnik
spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan Naqsabandiyya.
Untuk
melihat lebih jauh ajaran Ahmad Khatib Sambas maka berikut akan dikemukakan
sejumlah tema-tema penting yang terdapat di dalam kitab Fath alArifin, sebuah kitab yang
diyakini ditulis oleh Syeikh Sambas sendiri. Kitab ini sangat besar pengaruhnya
di kawasan dunia Melayu dan sekaligus menjadi pedoman bagi
pengikut tarekat Qadiriyya wa
Naqsabandiyya di pelosok Nusantara. Adapun sejumlah tema yang diangkat
oleh Syeikh Sambas dalam kitab ini antara lain ;
Prosedur Pembai’atan
Dalam
prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki tarekat Qadariyah wa Naysabandiyya, seorang
Syeikh harus membaca bacaan yang khusus bagi pengikut tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya. Dan
diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah
SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qudiniyyu Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya
kepada Sultan Auliya’ Syeikh
Abd al-Qadir a’-Jailani dan Sayyid Tha’ifa
al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syeikh berdo’a
untuk murid tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan kemudahan.
Sepuluh Latha’if (sesuatu yang Halus)
Setelah
menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan terhadap seseorang yang ingin
memasuki Tarekat Qadiriyya wa
Naqsabandiyya, Syeikh Sambas kemudian menjelaskan
bahwa manusia terdiri dari sepuluh Latha’if. Lima Lalha’it yang
pertama disebut sebagai alam al-amr (alam
perintah). Kelima Latu’if tersebut
antara lain; Lathifa al-Qalbi (halus
hati), Lathifa al-Ruh (halus
ruh), Lathifa al-Sirr (halus
rahasia), Lathifa al-Khafi (halus
rahasia) dan Lathifa ul-Akhfa (halus
yang paling tersembunyi). Sementara lima Latha’if seterusnya disebut sebagai ‘alum al-khalq (alam ciptaan) yang
meliputi; Lathifa al-Nafs dan
al-’anaasir al-arba’a (unsur
yang empat) yakni air, udara, api dan tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas
menentukan bahwa Lathifa al-Nafs bertempat
di dalam dahi dan tempurung kepala.
Tata Cara Beramal
Setetelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas
melanjutkan dengan petunjuk tata cara beramal (baca: berzikir) sebagaimana
berikut ;
أستغفرالله الغفور
الرحيم. اللهم صـل على سيـدنا محمد و صحبه و سلم. لا إله إلا الله
Cara membaca kalimat la ilaaha illa Allah dimulai dari menarik nafas panjang
sambil membaca “لا” dari pusat ke otak. Lalu membaca “إلـه” ke arah kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat إلا الله ke dalam hati seraya mengingat
maknanya.
Kemudian membaca لا مقصود إلا الله sambil membayangkan
wajah Syeikh di hadapannya jika Syeikhnya jauh dari pandangannya akan tetapi
jika dekat maka tinggal menanti limpahan saja. Inilah yang disebut
dengan dzikir Nafy wa Ithbat yang
dapat dilakukan baik dengan nyaring (zhihar) atau di dalam hati (sirr).
Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca solawat
Munjiyat sebagaimana
berikut :
اللهم صـل على سيـدنا محمد
صلاة تنجينا بها من حميع الأهوال و الأفات (الخ)
Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang
dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat
Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya
kepada Sultan Auliya’ Syeikh
Abd al-Qadir al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa
al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana halnya ketika
melakukan pembai’atan.
Muraqabah
1. Muraqabah al-Ahadiyah
2. Murayabah al-Ma’iyah
3. Muruqabuh al-Aqrabiyah
4. Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Ulu;
5. Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Tsaniyah
6. Muruqabah al-Mahabbut fi Qawsi
7. Muraqabah wilayat al-’Uly
8. Muruqabah Kamalut Nubuwwah
9. Muraqabah Kamalat Risalah
10. Muraqaboh Kamalat Uli al-’Azm.
11. Muraqabah al-Mahabbat Da’irat Khullu
12. Muruqabah Da’iru, Mahabbat Syarfat Hiya Haqiqat Sayyidina
Musa
13. Muraqabah al-Zatiyah al-Mumtazijah bi Mahabbat wa Hiya
Haqiqat Muhammadiya
14. Muraqabah Mahbubiyat as-Syarfat wa Hiya Haqiqat Ahmadiyyah
15. Muraqabah Hubb al-Syirf
16. Muraqabah La Ta’ayyun
17. Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah
18. Muraqabah Haqiqat al-Qur’an
19. Muraqabah Haqiqat al-Sholat
20. Muraqabah Dairat Ma’budiyah al-Syirfa
PENYEBARAN
TAREKAT QADIRIYYA WA NAQSABANDIYYA
Sepulang
dari kota suci Mekkah, murid-murid Syeikh Sambas yang sebelumnya telah dibai’at
oleh Syeikh Sambas kemudian menyebarkan Tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya ke
daerah mereka masing-masing. Dari murid-muridnya inilah kemudian
Tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya akhirnya
tersebar luas di sejumlah daerah di Nusantara.
Diantara
muridnya yang memiliki pengaruh adalah ‘Abd al Karim al-Banten. Ia lahir pada
tahun 1840 di Lempuyang, satu daerah yang terletak di Tanara Jawa Barat. Ia
berangkat ke Mekkah di usianya yang sangat Muda untuk menimba ilmu di sana.
Setelah beberapa tahun berdomisili di kediaman Syeikh Sambas, ‘Abd al-karim
Banten menerima ijaza sebagai
anggota penuh tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiya dan
di usianya yang masih muda belia ini ia lelah mendalami ajaran Syaeikh Sambas.
Tugas pertama yang diembannya adalah menjadi guru tarekat di Singapura. Pada
Tahun 1872 ia pulang ke Lempuyang selama tiga tahun kemudian pada tahun 1876
kembali ke Mek’kah untuk mengemban tugas sebagai pengganti Syeikh Sambas.
Sebagai tambahan, lima cabang tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya yang ada di pulau Jawa
menisbatkan Silsila mereka kepada dirinya.
Wejangan
‘Abd al-Karim memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Banten. Ia memandang
dibutuhkan pemurnian terhadap kepercayaan dan praktek beragama dengan
mengedepankan zikir sebagai fokus
revitalisasi iman. Di sejumlah tempat, zikir dilakukan baik di Masjid ataupun
langgar, sementara pada haris-hari libur diselenggarakan zikir malam. Oleh
kebanyakan orang, Abd Karim dipercaya sebagai seorang wali yang dapat
memberikan berkah tertentu (barakat) serta
memiliki kekuatan diluar kemampuan manusia (karamat). Belakangan ia lebih dikenal dengan nama Kiyai Agung.
Di
antara murid-murid H. ‘Abd al-Karim yang termuka antara lain ; H. Sangadeli
Kaloran, H. Asnawi Bendung Lempuyang, H. Abu Bakar Pontang, H. Tubagus Isma’il
Gulatjir dan H. Marzuki Tanara. Dari semua muridnya ini yang paling terkenal
adalah yang disebut paling akhir. Dimana, sepulang dari Mekkah H. Marzuki
Tanara mendirikan pondok pesantren di tempat kelahirannya (Tanara). Di Tanara
ia mengajar dari tahun 1877-1888. Dua ulama terkemuka Banten, Wasid dan Tubagus
Isma’il sering berkonsultasi kepadanya tentang masalah agama dan masalah yang
ditimbulkan oleh kolonialisme
Murid
lain Syeikh Sambas adalah Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhamrnad Madura. Ketika
Kyai Ahmad Hasbullah tinggal di Rejoso Jawa Timur, Khalil, putera tiri pendiri
pondok pesantren Rejoso menerima ijaza darinya. Kemudian Khalil menyerahkan kepemimpinan kepada
saudara tirinya, Romli bin Tamim dan diteruskan oleh
Kiyai Musta’in Romli. Untuk sementara Kyai Musta’in Romli
mendapatkan popularitas di antara pemimpin Nahdhatul Ulama, namun
popularitasnya kemudian hilang akibat ia merubah afiliasi politiknya dari
sebelumnya mendukung PPP (ketika itu diback up NU) kemudian mendukung Golkar.
Demikian
sehingga tarekat Qadariyya wa
Naqsabandiyya dapat tersebar di Nusantara berkat murid dari Syeikh
Khatib Sambas yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa.
No comments:
Post a Comment