Sabda Nabi:“Hidup Zuhud di dunia membuat hati dan badan
menjadi tenang dan mendambakan dunia akan memperbanyak duka dan kesedihan” (HR Qadha’a, Ibnu Umar).
Pengertian hidup zuhud adalah seperti yang di jelaskan Malaikat Jibril kepada
RasulJ, bahwa Beliaub bertanya tentang zuhud kepada Jibril as. Jibril pun menjawab,”Orang zuhud adalah hamba yang mencintai
orang yang cinta kepada Khaliknya, benci kepada orang yang membenci Khaliknya,
bersikap hati-hati dari bagian dunia yang halal, dan tidak menoleh pada bagian
yang haram. Karena, yang halalnya pasti di hisab dan yang haramnya akan
dihukum. hamba yang kasih kepada seluruh muslimin seperti dia mengasihi dirinya
sendiri, bersikap waspada ketika berbicara sebagaimana ia menghindar dari
bangkai yang sangat busuk baunya. Ia berhati-hati dari tipu daya dunia dan
keindahannya sebagaimana ia menghindar dari api yang membakarnya. Ia tidak
berangan-angan panjang dan menganggap seakan ajalnya sudah berada di hadapannya”.
Juga Rasulullahb bersabda,
”Tanda orang zuhud
ada sepuluh: dia zuhud dari perbuatan yang haram, menahan diri, menegakkan
kewajiban-kewajiban yang diperintah Tuhannya; apabila dia seorang pekerja, dia
akan patuh; apabila dia seorang tuan, dia akan bersikap baik terhadap
bawahannya; dia tidak menyimpan fanatik terhadap kelompok, tidak dengki,
bersikap baik kepada yang berbuat buruk kepadanya, memberi keuntungan kepada
yang merugikannya, memaafkan yang pernah menzhaliminya, serta bersikap tawadhu
terhadap hak Allah”.
Seorang Ahli Hikmah ditanya,”Untuk siapa dunia ini?”
Dia menjawab,”Bagi yang meninggalkannya berpaling)”. Ketika
ditanya,” Untuk siapakah
Akhirat itu?” Jawabnya,” Untuk orang yang mencarinya”.
Al-Habib Sholeh bin Hasan Al-Bahrd berkata dalam
syairnya,
“ Kulihat cinta dunia telah
meliputi kita
Padahal setiap tarikan nafas kita dihitung di dunia
Mengapa hati tidak sadar walau
sekali?
Mengapa nafs menyukai tempat-tempat
membinasakan?
Padahal para malaikat terus
mencatat (keburukan kita)”
Dalam suatu riwayat bahwa
suatu hari seorang yang terkenal zuhud dan tekun ibadah bernama Muhammad bin
Munkadir didalam perjalanannya melihat seseorang yang dipapah dua orang sedang
mengontrol keadaan tanamannya. Ia merasa harus menasihati orang tersebut.
Ketika ia mendekat ternyata orang tersebut adalah Imam Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Al-Huseind. Maka Munkadir menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan. Dan ia berkata
kepada Imam Muhammad Al-Baqird, “ Semoga
Allah memperbaiki dirimu sebagai seorang syaikh dari kalangan suku Quraisy.
Siang-siang seterik ini tuan keluar untuk mencari dunia? Bagaimana jadinya
kalau ajal menemuimu dalam situasi seperti ini?”. Imam Muhammad Al-Baqird menjawabnya sambil bersandar pada dinding dan bercucuran keringat,” Demi Allah,
jika aku mati dalam keadaan seperti ini, dimana aku sedang menaati perintah Allah, aku akan
bangga. Yang aku takutkan ialah kematian yang datang disaat aku sedang
bermaksiat kepada Allah”. Jawaban ini membuat Munkadir sadar akan
kesalahannya, yang semula menganggap dirinya benar. Kemudian ia
menghampiri Imam Muhammad Al-Baqird sambil berkata, ”Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat kepadamu
tuan. Sebenarnya saya bermaksud menasihati tuan, tapi
kiranya sebaliknya tuanlah yang menasihati aku”.
Dalam suatu riwayat mengenai
Al Imam Ja’far Shadiqd bin Muhammad Al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Al Husain bin
Fathimah Az-Zahra binti Muhammad RasulullahJ ; bahwa suatu hari
Sufyan Ats-Tsaurid datang ke rumah Imam Ja’far Shadiqd, saat itu Imam Ja’fard mengenakan pakaian indah serba putih. Maka berkatalah Sufyan Tsaurid kepadanya, ”Ini bukanlah
pakaian tuan, tidak patut bagi tuan melumuri diri tuan dengan perhiasan dunia
yang fana ini, seyogyanya tuan hidup secara zuhud dan menghias diri dengan
taqwa!”. Imam
Ja’far Shadiqd menyahut,”Dengarkanlah
perkataanku, sesungguhnya bermanfaat bagimu dunia dan akhirat, jika kamu mati
dalam berpegang pada sunnah dan kebenaran dan tidak mati dalam berbuat bid’ah (bid’ah
sesat). Mungkin terlintas di matamu keadaan Rasulullahb dan
para sahabatnya yang sangat sederhana ketika itu. Ketahuilah bahwa RasulullahJ itu hidup di zaman gersang, tapi apabila dunia ini sudah
dihidangkan kepada manusia, maka yang lebih berhak atasnya adalah orang-orang yang ta’at, bukan
orang-orang yang ingkar; orang-orang beriman, bukan
orang-orang munafik dan orang-orang islam, bukan
orang-orang kafir.
Wahai Sufyan Tsauri, apa yang kau ingkari atasku? Demi Allah,
sesungguhnya sekalipun aku berpakaian indah seperti yang kau lihat, namun sejak
aku dewasa, pagi ataupun petang kapan saja bila ada hartaku terdapat sesuatu
yang harus aku berikan kepada seseorang, pasti aku berikan”. Maka terdiam Sufyan Tsaurid karena kehabisan hujjah.
Dalam kesempatan lain ketika
Imam Ja’fard ditegur oleh sekelompok orang-orang zuhud yang mengajak manusia untuk
mengikuti jejak mereka, senantiasa hidup dalam kesengsaraan, hingga berdiri
salah seorang dari mereka sambil berkata kepada Imam Ja’far Shadiqd: “Aku sama sekali
tidak melihat engkau zuhud, sementara engkau memerintahkan manusia untuk zuhud
dalam harta mereka, dan di lain pihak engkau bersenang-senang dengan harta itu”. Imam Ja’far
Shadiqd menjawab: ” Sesungguhnya
Allah telah mengajarkan kepada Nabi-Nya bagaimana seharusnya membelanjakan
harta. Pernah Beliaui menafkahkan sejumlah emas karena tidak senang jika
masih ada emas walaupun dalam jumlah sedikit dalam rumahnya. Pada hari
berikutnya beliau didatangi seseorang yang membutuhkan bantuan, ternyata tidak
ada suatupun yang dapat diberikan kepadanya, maka gundahlah hati Rasulb, Ketika
itu turun ayat: ” Dan janganlah kau jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kau terlalu mengulurkannya*,
maka kamu akan tercela dan menyesal”. (QS 17:29) *maksudnya jangan terlalu kikir atau
terlalu pemurah*, Salman al Farisi sahabat Rasulullah yang dikenal sebagai seorang yang
zuhud dan wara’, setiap kali Salman Al-farisi mengambil bayarannya, ia selalu
menyisihkan makanan untuk satu tahun disimpan sampai datang bayaran berikutnya.
Bertanyalah seorang kepadanya: ”Hai Abu Abdillah, engkau
adalah orang zuhud, tapi mengapa berlaku demikian? Padahal kau
tidak tahu apakah akan mati sekarang atau esok hari”. Maka Salman Menjawab, ”Mengapa engkau
mengharapkan aku segera mati? Apakah kau tidak mengerti bahwa tiap-tiap jiwa itu ada sepertiga bagian, sehingga jika sedang
ditimpa kesusahan hidup, maka ia bisa menyandarkan diri kepada-Nya, dan jika
kehidupannya sedang lapang, ia merasa ringan”. Adapun Abu Dzar juga
seorang sahabat yang terkenal zuhud dan wara’, ia memiliki banyak unta dan
domba. Jika ada diantara keluarganya yang menginginkan daging atau sedang
ditimpa kesulitan hidup, ia perah susunya dan ia sembelih binatang itu,
kemudian dagingnya ia bagi-bagikan, ia pun mengambil bagian yang sama
sebagaimana ia bagikan kepada orang-orang”. Selanjutnya Imam Ja’far As-Shadiq berkata,” Siapakah yang
berani mengaku lebih zuhud dari mereka? padahal
RasulullahJ sendiri telah mengatakan sedemikian rupa tentang kemuliaan dan keutamaan
mereka. Ketahuilah bahwa RasulullahJ bersabda: ” Tidaklah aku heran terhadap sesuatu melebihi keherananku
kepada seorang mukmin. Jika terpotong-potong kulitnya di dunia dengan gunting,
hal itu merupakan kebaikan baginya, dan jika ia memiliki seluruh isi dunia
timur dan barat, hal itu merupakan kebaikan baginya. Apapun yang ditakdirkan
Allah terhadapnya selalu dianggap sebagai kebaikan”.
Imam Ja’far Shadiq menambahkan, ” Jadi kebahagiaan
dan kebaikan seorang mukmin bukanlah terletak pada kekayaan ataupun kemiskinannya, melainkan tergantung
pada kekuatan iman dan aqidahnya. Karena ia tahu, bahwa
kewajiban itu mesti dilakukan, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin. Sungguh aneh, manakala ada
seorang mukmin menyengsarakan dirinya, dengan keyakinan bahwa hanya dengan
kesengsaraan dan kemiskinan itu merupakan kebahagiaan dan kebaikan”. Imam Ja’far Shadiq melanjutkan
kata-katanya kepada mereka, “Perlu kalian ketahui pula, bahwa jika semua
manusia harus menempuh seperti cara kalian dalam berzuhud, tidak perduli
sama sekali dengan harta dunia, maka kepada siapa sedekah akan diberikan jika
seseorang mau membayar kifarat sumpah atau kifarat nadzar? Kepada siapa pula
zakat emas, perak, buah-buahan dan segala harta zakat akan diberikan? Seandainya Islam
menjadikan dunia ini sebagai tempat kemiskinan dan penderitaan hidup,
atau sebagai tempat berpaling dari segala bentuk kesenangan duniawi, atau
sebagai penjara kemiskinan, dan dia harus mendekam didalamnya, tentulah orang-orang
fakir miskin itu telah sampai kepada apa-apa yang dicita-citakan Islam,
lalu buat apa kita diwajibkan memberi zakat kepada mereka?
Tentulah tidak tidak perlu lagi bagi mereka menerima pemberian. Jika dunia yang
dikehendaki adalah seperti yang kalian katakan, mestinya tak boleh ada yang
menyimpan harta benda, walau ia sendiri dalam kesulitan. Sungguh alangkah
jeleknya dunia yang kalian dambakan, dan kalian membawa umat ini kepada situasi
kebutaan terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasul. Ketahuilah Rasulb
bersabda: “ Tidak akan diterima doa
seseorang yang duduk ongkang-ongkang di rumah sambil berdoa memohon rezeki
kepada Tuhannya tanpa melakukan suatu usaha. Padahal Allah SWT berfirman,"Hai hamba-Ku, bukankah Aku telah
memberikan jalan kepadamu buat mencari rezeki dan berusaha dengan tubuh yang
sehat, sehingga kamu tidak tercela dihadapan-Ku dalam meminta karunia, karena
kamu menunaikan perintah-Ku; dan juga agar kamu tidak menjadi beban atas
keluargamu. Selanjutnya, jika Aku menghendaki, maka Aku beri rezeki kepadamu,
dan jika Aku menghendaki maka Aku tak memberikan rezeki kepadamu, Tapi kamu
tidak lagi tercela disisi-Ku”. Selanjutnya Imam Ja’far Shadiq menambahkan: ”
Kalian
telah menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan jalan hidup yang kalian
tempuh. Kalian tidak memikirkan kehebatan-kehebatan yang terkandung di
dalamnya., kalian mencampur adukan antara perintah dan larangan. Ingatlah Al-Quran
menceritakan permohonan Nabi Sulaiman agar dikaruniai kerajaan
yang tidak dimiliki seorang juapun sesudahnya, kemudian Allah
mengabulkannya dan Allah tidak mencelanya. Kenanglah Nabi Yusuf
berkata kepada Raja Mesir, ” Jadikanlah aku bendaharawan negara, sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan”. (QS Yusuf:55), tidak seorangpun mengkritik tindakannya. Perhatikan
pula bahwa Al-Quran memuat kisah Dzul Qarnain, yang dijadikan Allah sebagai
penguasa kerajaan yang sangat luas, dia menyeru dan melaksanakan kebenaran,
dia mencintai Allah dan Allah mencintainya. Oleh sebab itu hendaklah
bersikap sesuai dengan tuntunan Rasulullahb, penuhilah
perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya. Apa-apa yang masih samar
bagimu tinggalkanlah andaikata
kamu tak mempunyai pengetahuan terhadapnya. Percayakan ilmu kepada
ahlinya, niscaya kalian akan di beri pahala dan diampuni Allah. Apa yang di
halalkan Allah, sesungguhnya akan menjadikan kamu dekat kepada Allah, dan menjauhkan
kamu dari kebodohan. Biarkanlah kebodohan itu kembali kepada pemiliknya,
sesungguhnya orang-orang bodoh itu banyak, sedangkan orang-orang berilmu itu
sedikit. Dan Allah telah berfirman :“Dan tiap-tiap orang yang berilmu itu, ada lagi Yang Maha
Mengetahui”. (QS 12:76). Renungkan mutiara dari Ahlul Bait Nabib yang tersirat
dari peristiwa-peristiwa dan penjelasan mereka tentang berbagai permasalahan
yang tersebut diatas. Betapa luas ilmu dan pemahaman mereka. Sungguh tepat Al-Habib ’Abdullah bin ‘Alwy
Al-Haddad mensifatkan mereka dalam syairnya :
“Merekalah pemegang sir setelah
Nabi,
Merekalah
pewaris, semulia-mulianya pewaris”.
Diriwayatkan dari Abdullah
bin Abbasd, beliau berkata; "Pada suatu hari saya berada di belakang NabiJ dan BeliauJ bersabda:
“ Wahai pemuda ! aku akan memberi beberapa
nasihat kepada mu ; Jagalah (perintah) Allah pasti Allah akan menjagamu, peliharalah
dirimu (dari larangan) Allah pasti kamu dapati DIA di hadapanmu, jika kamu
meminta maka mintalah kepada Allah. Jika kamu butuh pertolongan, mintalah
pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jika Seluruh manusia bersatu untuk
memberikan suatu manfaat bagimu, sungguh mereka tidak akan mampu kecuali
sesuatu yang telah di tentukan Allah kepadamu. Dan jika seluruh manusia
berkumpul dan bersatu untuk mencelakakan kamu, maka mereka tidak akan mampu
kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepadamu. (HR Tirmidzi).
Dalam riwayat selain Tirmidzi;
“Jagalah
(perintah) Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu
mengenal Allah di waktu lapang (senang) pasti Allah akan mengenalmu di waktu
sempit (Susah). Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu belum tentu
mencelakaimu, dan musibah yang menimpamu belum tentu karena kesalahanmu. Dan
ketahui pula Sesungguhnya meraih kemenangan (keberhasilan) itu dengan kesabaran,
dan sesungguhnya tiap kesulitan ada jalan keluar, dan setelah kesulitan ada
kemudahan”.
No comments:
Post a Comment