Salafi/Wahabi dan bagaimana Fahamnya - Syekh al- Albani

Siapakah Syekh Muhammad Nashirudin al- Albani
Pada akhir-akhir ini diantara ulama yang dibanggakan dan dijuluki oleh sebagian golongan Wahabi/Salafi sebagai Imam Muhadditsin  (Imam para ahli hadits) yaitu Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, karena –menurut golongan ini– 
ilmunya tentang hadits bagaikan samudera tanpa bertepi. Beliau lahir dikota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M. Ada juga dari golongan Salafi ini berkata bahwa al-Albani sederajad dengan Imam Bukhori pada zamannya. Sehingga semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan dan sebagainya, oleh beliau ini, sudah pasti lebih mendekati kebenaran.


Buat para ulama madzhab sunnah selain madzhab Wahabi, julukan dan pujian golongan Wahabi/Salafi terhadap ulama mereka Al-Albani semacam itu  tidak ada masalahnya. Hanya sekarang yang dimasalahkan adalah penemuan para ahli hadits dari berbagai madzhab diantaranya dari Jordania yang bernama Syeikh Hasan Ali Assegaf  tentang banyaknya kontradiksi dari hadits-hadits dan catatan-catatan yang dikemukakan oleh al-Albani ini jumlahnya lebih dari 1200 hadits. Judul bukunya yang mengeritik Al-Albani ialah: Tanaqudlaat Albany al-Waadlihah fiima waqo’a fi tashhihi al-Ahaadiits wa tadl’iifiha min akhtho’ wa gholath (Kontradiksi Al-Albani yang nyata terhadap penshahihan hadits-hadits dan pendhaifannya yang salah dan keliru).

Sebagian isi buku itu telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang kami terjemahkan dan susun secara bebas dalam bahasa Indonesia . Bagi para pembaca yang ingin membaca seluruh isi buku Syeikh Saggaf ini dan berminat untuk memiliki buku aslinya bisa menulis surat pada alamat: IMAM AL-NAWAWI HOUSE POSTBUS 925393 AMMAN , Jordan. (Biaya untuk jilid 1 ialah US$ 4,00 belum termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut) dan biaya untuk jilid 2 ialah US$ 7, 00 belum termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut). Biaya bisa selalu berubah.     

Kami mengetahui setiap manusia tidak luput dari kesalahan walaupun para imam atau para pakar islam, kecuali Rasulallah saw yang maksum. Tujuan kami mengutip kesalahan-kesalahan Syeikh Al-Albani ,yang ditulis oleh Syeikh Saqqaf ini, bukan untuk memecah belah antara muslimin tapi tidak lain adalah untuk lebih meyakinkan para pembaca bahwa Syeikh ini sendiri masih banyak kesalahan dan belum yakin serta masih belum banyak menguasai ilmu hadits, karena masih banyak kontradiksi didalam buku-bukunya. Dengan demikian hadits atau riwayat yang dilemahkan, dipalsukan dan sebagainya oleh Syeikh ini serta pengikut-pengikutnya, tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, harus diteliti dan diperiksa lagi oleh ulama madzhab lainnya.

Contoh-contoh kesalahan Syeikh Albani yang ditulis oleh Syeikh Saqqaf, yaitu umpamanya; disatu halaman atau bukunya mengatakan hadits ....Lemah tapi dihalaman atau dibuku lainnya mengatakan hadits (yang sama itu) ....Shohih atau Hasan. Begitu juga beliau disatu buku atau halaman mengatakan bahwa perawi.... adalah tidak Bisa Dipercaya banyak membuat kesalahan dan sebagainya, tapi dibuku atau halaman lainnya beliau mengatakan bahwa perawi (yang sama ini) Dapat Dipercaya dan Baik. Begitu juga beliau disatu halaman atau bukunya memuji-muji perawi......atau ulama......, tapi dibuku atau halaman lainnya  beliau ini mencela perawi atau ulama (yang sama tersebut). Albani juga sering menyatakan suatu hadits yang bertentangan dengan pahamnya dengan kata-kata 'tidak menemukan haditsnya', tetapi oleh Syeikh Saqqaf bisa ditemukannya. Padahal para pakar yang sering dikeritik, dicela oleh Syeikh al-Albani ini dan syeikh wahabi/salafi lainnya, pribadi dan ilmu pakar islam tersebut sudah diakui oleh para ulama sezamannya dan zaman berikutnya.

al-Albani sebenarnya secara tidak langsung pernah mengakui kecerobohannya dalam menilai hadits. Ini dapat terlihat dengan jelas dalam kitab “taraju’ul al’allamah al-albani fima nashsha ‘alaiyh tashhihan wa tadl’fan” (ralat albani atas penjelasannya mengenai penilaian sahih dan dha’if). Dalam kitab ini, albani mengaku terus terang kesalahannya dalam menilai sahih dan dhoifnya hadits yang pernah ia tulis. Dalam kitab ini albani meralat penilaiannya atas 621 hadits yang sebenarnya sahih tetapi ia nilai dho’if dan sebaliknya. Jumlah kesalahan –yang  tertulis dikitab tadi– 621 bukan sedikit jika dikaitkan dengan gelar “Imamul Muhadditsin atau Al-Mujaddid (pembaru dalam agama islam)” yang disandangkan oleh para pengikut-pengikutnya. Pengakuan ini dalam satu sisi memang mengagumkan, karena dia secara terus terang mengaku salah/keliru sebagai bentuk tanggung jawab, tetapi dari sisi lain juga menunjukkan atas kapasitas albani yang sebenarnya dalam menilai hadits ternyata tidak seperti yang dibanggakan para pengikutnya. Masihkah layak disebut muhaddits,mujaddid? Masih pantaskah  al-Albani disandingkan dengan nama besar pakar Islam seperti Imam Hanafi, imam Malik, imam Syafi’i, imam Bukhori, imam Nawawi, imam Suyuthi dan para pakar hadits yang lain?

Diantara para ulama pengeritik Al-Albani ini ada yang berkata; Kontradiksi tentang hadits Nabi saw. itu atau perubahan pendapat terdapat juga pada empat ulama pakar yang terkenal (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hanbali) atau ulama lainnya! Perubahan pendapat para ulama ini biasanya yang berkaitan dengan pendapat atau ijtihadnya sendiri. Misalnya; Disalah satu kitab mereka membolehkan suatu masalah sedangkan pada kitabnya yang lain memakruhkan atau mengharamkan masalah yang sama ini atau sebaliknya. Perubahan pendapat ulama ini kebanyakan tidak ada sangkut pautnya dengan hadits yang mereka kemukakan sebelum dan sesudahnya, tapi kebanyakan yang bersangkutan dengan pendapat atau ijtihadnya sendiri waktu mengartikan hadits yang bersangkutan tersebut. Dan seandainya diketemukan adanya kontradiksi yang berkaitan dengan hadits yang disebutkan ulama ini pada kitabnya yang satu dengan kitabnya yang lain, maka kontradiksi ini tidak akan kita dapati lebih dari 10 hadits. Jadi bukan ratusan yang diketemukan.

Tapi yang lebih aneh lagi, ulama golongan Salafi (baca:Wahabi) tetap mempunyai keyakinan tidak ada kontradiksi atau kesalahan dalam hadits yang dikemukakan oleh syeikh al-AlBani tersebut tapi lebih merupakan ralat, koreksi atau rujukan. Sebagaimana alasan yang mereka ungkapkan sebagai berikut; umpama al-Albani menetap- kan dalam kitabnya suatu hadits kemudian dalam kitab beliau lainnya menyalahi dengan kitab yang pertama, ini bisa dikatakan bahwa dia meralat atau merujuk hal tersebut!
Alasan ini baik oleh ulama maupun awam (bukan ulama) tidak bisa diterima baik secara aqli (akal) maupun naqli (menurut nash). Seorang yang dijuluki pakar  islam oleh sekte Wahabi dan sebagai Imam Muhadditsin atau Al-Mujaddid karena ilmu haditsnya seperti samudra yang tidak bertepian, seharusnya sebelum menulis satu hadits, beliau harus tahu dan meneliti lebih dalam apakah hadits yang akan ditulis tersebut shohih atau lemah, terputus dan sebagainya. Sehingga tidak memerlukan ralatan yang begitu banyak lagi pada kitabnya yang lain. Apalagi ralatan tersebut –yang diketemukan para ulama– bukan puluhan tapi ratusan! Sebenarnya yang bisa dianggap sebagai ralatan yaitu bila sipenulis menyatakan dibukunya sebagai berikut; hadits ..…yang saya sebutkan pada kitab .… sebenarnya bukan sebagai hadits .....(dhoif, maudhu’ dan sebagainya) tapi sebagai hadits...... ( shohih dan sebagainya). Dalam kata-kata semacam ini jelas si penulis telah mengakui kesalahannya serta meralat pada kitabnya yang lain. Selama hal tersebut tidak dilakukan maka ini berarti bukan ralatan atau rujukan tapi kekurang telitian si penulis.  

Golongan Salafi/Wahabi ini bukan hanya tidak mau menerima keritikan ulama-ulama yang tidak sependapat dengan ulama mereka, malah justru sebaliknya mengecam pribadi ulama-ulama yang mengeritik ini sebagai orang yang bodoh, golongan zindik, golongan sesat, tidak mengerti bahasa Arab, dan lain sebagainya. Mereka juga menulis hadits-hadits Nabi saw. dan wejangan ulama-ulamanya –untuk menjawab kritikan ini– tetapi sebagian isinya tidak ada sangkut pautnya dengan kritikan yang diajukan oleh para ulama madzhab selain madzhab Salafi (baca:Wahabi)!! Alangkah baiknya kalau golongan Salafi ini tidak mencela siapa/bagaimana pribadi ulama pengeritik itu, tapi mereka langsung membahas atau menjawab satu persatu dengan dalil yang aqli dan naqli masalah yang dikritik tersebut. Sehingga bila jawabannya itu benar maka sudah pasti ulama-ulama pengeritik ini dan para pembaca akan menerima jawaban golongan Wahabi dengan baik. Ini tidak lain karena keegoisan dan kefanatikan pada ulamanya sendiri, sehingga mereka tidak mau terima semua keritikan-keritikan tersebut, dan mereka berusaha dengan jalan apa pun untuk membenarkan riwayat-riwayat atau nash baik yang dikutip oleh al-Albani maupun ulama mereka lainnya.  Sayang sekali golongan Salafi ini merasa dirinya yang paling pandai memahami ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw., paling suci, dan merasa satu-satunya golongan yang memurnikan agama Islam dan sebagainya. Dengan demikian mudah mensesatkan, mensyirikkan sesama muslimin  ,khususnya para ulama, yang tidak sepaham dengan pendapatnya.       

Mari kita sekarang meneliti sebagian saja pilihan/seleksi isi buku Syeikh Saqqaf tentang kesalahan-kesalahan al-Albani, yang kami kutip dan kami terjemahkan serta susun semampunya dari versi bahasa Inggris yang berjudul ‘Al-Albani’s Weakening of Some of Imam Bukhari and Muslim’s Ahadit. Kitab asli bahasa Arabnya berjudul ‘Tanaqadat al-Albani al-Wadihat’ (Kontradiksi yang nyata/ jelas pada Al-Albani) oleh Syeikh Saqqaf, Amman , Jordania.

AL-ALBANI'S WEAKENING OF SOME OF IMAM BUKHARI AND MUSLIM'S AHADITH.
Al-Albani melemahkan beberapa hadits dari Imam Bukhori dan Imam Muslim.                      

Al-Albani has said in "Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, pg. 27-28" (8th edition, Maktab al-Islami) by Shaykh Ibn Abi al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), that any Hadith coming from the Shohih collections of al-Bukhari and Muslim is Shohih, not because they were narrated by Bukhari and Muslim, but because the Ahadith are in fact correct. But he clearly contradicts himself, since he has weakened Ahadith from Bukhari and Muslim himself! Now let us consider this information in the light of elaboration :-

Syekh Al-Albani telah berkata didalam  Syarh Al-Aqidah at-Tahaweeah hal.27-28 cet.ke 8 Maktab Al-Islami oleh Sjeik Ibn Abi Al-Izz Al-Hanafi (Rahimahullah). “Hadits-hadits shohih yang dikumpulkan oleh Bukhori dan Muslim bukan karena diriwayatkan oleh mereka tapi karena hadits-hadits tersebut sendiri shohih”. !
Tetapi dia (Albani) telah nyata berlawanan dengan omongannya sendiri karena pernah melemahkan hadits dari dua syeikh tersebut. Mari kita lihat beberapa hadits dari Imam Bukhori dan Imam Muslim yang dilemahkan oleh Syekh al-Albani keterangan berikut ini:
No.1:  (Hal. 10 nr.1) Sabda Rasulallah saw. bahwa Allah swt.berfirman: Aku musuh dari 3 orang pada hari kebangkitan ; a)  Orang yang mengadakan perjanjian atas Nama-Ku, tetapi dia sendiri melakukan pengkhianatan atasnya b) Orang yang menjual orang yang merdeka sebagai budak dan makan harta hasil penjualan tersebut c) orang yang mengambil buruh untuk dikerjakan dan bekerja penuh untuk dia, tapi dia tidak mau membayar gajihnya. (Bukhori no.2114 dalam versi bahasa Arab atau dalam versi bahasa Inggris  3/430 hal. 236). Al-Albani berkata dalam Dhaif Al-jami wa Ziyadatuh 4/111 nr. 4054. bahwa hadits ini lemah. Dia (Al-Albani) memahami hanya sedikit tentang hadits, hadits diatas ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhori dari Abu Hurairah ra.
No.2:    (Hal. 10 nr.2) Hadits : “Korbanlah satu sapi muda kecuali kalau itu sukar buatmu maka korbanlah satu domba jantan” ( Muslim nr.1963 dalam versi bahasa Arab yang versi bahasa Inggris 3/4836 hal.1086). Al-Albani berkata Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/64 nr. 6222 bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir ra.
No.3:   (Hal.10 nr.3)  Hadits: ‘Termasuk orang yang paling buruk dan Allah swt. akan mengadilinya pada hari pembalasan yaitu suami yang berhubungan dengan isteri- nya dan isteri berhubungan dengan suaminya dan dia menceriterakan rahasia isterinya (pada orang lain) (Muslim nr.1437 penerbitan dalam bahasa Arab). Al-Albani menyatakan dalam Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 2/197 nr. 2005  bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Sayyed ra.
No.4:     (Hal.10 nr.4) Hadits: “Bila seorang bangun malam (untuk sholat), maka mulailah sholat dengan 2 raka’at ringan” (Muslim nr. 768). Al-Albani dalam Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 1/213 nr. 718 menyatakan bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah.
No.5:    (Hal.11 nr. 5) Hadits: ‘Engkau akan naik keatas dihari kiamat dengan cahaya dimuka, cahaya ditangan dan kaki dari bekas wudu’ yang sempurna’ (Muslim nr 246). Al-Albani dalam Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 2/14 nr. 1425 menyatakan bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah.
No.6:    (Hal.11 nr. 6) Hadits: ‘orang yang dimuliakan disisi Allah pada hari pembalasan (kiamat) ialah yang tidak membuka rahasia antara dia dan isterinya’. (Muslim nr.124 dan 1437). Al-Albani dalam Dhaeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 2/192 nr. 1986 menyatakan bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Abi Sayyed.
No.7:   (Hal.11 nr.7) Hadits: ‘Siapa yang membaca 10 surah terakhir dari Surah Al-Kahfi, akan dilindungi dari kejahatan Dajjal ‘  (Muslim nr. 809). Al-Albani dalam Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 5/233 nr. 5772 menyatakan hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Nasa’i dari Abi Darda ra. juga dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadhos Sholihin 2/1021 dalam versi Inggris). 
NotaBene: Didalam riwayat Muslim disebut Menghafal (10 surat terakhir Al-Kahfi) bukan Membaca sebagaimana yang dinyatakan Al-Albani, ini adalah kesalahan yang nyata!
No. 8 (Hal.11 nr. 8) Hadits: Rasulallah saw. mempunyai seekor kuda bernama Al Laheef’’ (Bukhori, lihat Fath Al-Bari oleh Hafiz ibn Hajar 6/58 nr.2855). Tapi Al-Albani dalam "Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 4/208 nr. 4489 berkata bahwa hadits ini lemah. Walaupun diriwayatkan oleh Bukhori dari Sahl Ibn Sa’ad ra.
Syeikh Segaf berkata : Ini hanya marah dari sakit hati! Kalau tidak karena takut terlalu panjang dan pembaca menjadi bosan karenanya saya akan sebutkan banyak contoh-contoh dari buku-buku Al-Albani ..............).

AL-ALBANI TIDAK SESUAI DALAM PENYELIDIKANNYA (jilid 1 hal.20) Syeikh Seggaf berkata: ‘ Sangat heran dan mengejutkan, bahwa Syeikh Al-Albani menyalahkan dan menolak hadits-hadits yang banyak diketengahkan oleh ulama-ulama pakar ahli hadits baik secara langsung atau tidak secara langsung, tidak lain semuanya ini karena kedangkalan ilmu Al-Albani ! Dia mendudukkan dirinya sebagai sumber yang tidak pernah dikalahkan. Dia sering meniru kata-kata para ulama pakar (dalam menyelidiki suatu hadits)  ‘Lam aqif ala sanadih’  artinya ‘ Saya tidak menemukan rantaian sanadnya’ atau dengan kata-kata yang serupa. Dia juga menyalahkan beberapa ulama pakar penghafal Hadits yang terbaik untuk kurang perhatian, karena dia sendiri merasa sebagai penulis yang paling baik.
No.9: (Hal. 20 nr.1) Al-Albani dalam Irwa Al-Ghalil, 6/251 nr. 1847 berkata: (dalam kaitannya dengan sebuah riwayat dari Ali ra.): ‘ Saya tidak menemukan sanadnya”. Syeikh
Saqqaf berkata: ‘Menggelikan! Bila Al-Albani ini orang yang terpelajar dalam Islam maka dia akan tahu bahwa hadits ini ada dalam Sunan Al-Baihaqi 7/121 diriwayatkan dari Abi Sayyed ibn Abi Amarah yang katanya bahwa Abu Al-Abbas Muhammad ibn Yaqub berkata pada kami bahwa Ahmad ibn Abdal Hamid berkata, bahwa Abu Usama dari Sufyan dari Salma ibn Kahil dari Mu’awiyah ibn Soayd berkata, Saya menemukan ini dalam buku ayah saya dari Ali kw.
No.10:   (Hal.21 nr.2) Al-Albani dalam 'Irwa Al-Ghalil, 3/283' berkata; Hadits dari Ibn Umar  'Ciuman-ciuman adalah riba’ '. Saya tidak menemukan sanadnya.Syeikh Seggaf berkata: Ini kesalahan yang sangat aneh ! Ini sudah ada didalam Fatwa Syeikh Ibn Taimiyya Al-Misriyah 3/295: “Harb berkata bahwa Ubaidullah ibn Mu’az berkata pada kita; ayah saya berkata bahwa Suaid dari Jiballa mendengar dari Ibn Umar ra berkata: ‘ Ciuman-ciuman itu adalah riba' ". Dan perawi-perawi dapat dipercaya menurut Ibn Taimiyyah !
(Hal.27 nr.3) Al-Albani mau melemahkan hadits yang membolehkan wanita memakai perhiasan emas dan dalam sanad hadits itu ada Muhammad ibn Imara. Al-Albani menyatakan bahwa Abu Haatim berkata; “perawi ini  tidak kuat “, lihat buku Hayat Al-Albani wa-Atharu ..jilid 1 hal.207. Yang benar ialah bahwa Abu Haatim Al-Razi dalam buku ‘Al-Jarh wa-Taadeel, 8/45 berkata: “ Perawi yang baik tapi tidak sangat kuat....”  Jadi lihat pada catatan Al-Albani bahwa kalimat “Perawi yang baik “ dibuang!

NotaBene:  Al-Albani telah membuat/menulis banyak hadits yang menyata- kan larangan emas (dipakai) untuk wanita menjadi Shohih, padahal kenyata- annya para Ulama lain menyatakan hadits-hadits ini lemah dan berlawanan dengan hadits Shohih yang memperbolehkan pemakaian (perhiasan) emas oleh kaum wanita. Salah seorang Syeikh ‘Salafiah’ terkenal, Yusuf Al-Qardawi berkata dalam bukunya Islamic awakening between rejection and extremism, halaman 85: “Dalam zaman kita sendiri Syeikh Nasir al-Din (Al-Albani) telah muncul dengan suatu pendapat yang bertentangan dengan kesepakatan tentang pembolehan wanita-wanita menghias diri mereka dengan emas, yang telah diterima/disetujui oleh semua madzhab selama empat belas abad terakhir. Dia tidak hanya mempercayai bahwa sanad dari hadits-hadits ini (yang melarang wanita memakai perhiasan emas--pen.)dapat dipercaya, tapi bahwa hadits-hadits ini belum dicabut/dihapus. Maka dia percaya hadits-hadits tersebut melarang (pemakaian) cincin dan anting-anting emas".  Lalu siapa yang merusak kesepakatan (ijma’) ummat dengan pendapat-pendapatnya yang ekstrem?
17  (Hal. 37 nr. 1) Hadits : Mahmud ibn Lubayd berkata; ‘Rasulallah saw. telah diberitahu mengenai seorang yang telah mencerai isterinya 3x dalam satu waktu, oleh karena itu dia berdiri dengan marah dan berkata; ‘Apakah dia bermain-main dengan Kitabullah, sedangkan aku masih berada dilingkungan engkau ? Yang mana berdiri seorang untuk berkata ; Wahai Rasulallah, apakah  dia tidak saya bunuh saja ? (Al-Nisa’i).                

Al-Albani menyatakan hadits ini lemah menurut penyelidikannya dari kitab ‘Mishkat Al-Masabih 2/981 cet.ketiga, Beirut 1405 A.H. de Maktab Al-Islami ‘ yang mengatakan “ Perawinya bisa dipercaya tapi isnadnya terputus atau tidak komplit, karena dia tidak mendengar langsung dari ayahnya”. Al-Albani berkata berlawanan dengan dirinya sendiri dalam buku Ghayatul Maram Takhreej Ahadith Al-Halal wal-Haram, nr. 261, hal. 164, cet.ketiga  Maktab Al-Islami, 1405 A.H" telah mengatakan bahwa hadits itu Shohih !!
24    (Hal.40 nr.8) Hadits : “Tiga macam orang yang malaikat tidak mau mendekatinya : Mayit orang kafir, lelaki yang memakai minyak wangi wanita dan orang yang telah berhubungan sex (junub) sampai dia bersuci ” (Abu Daud). Al-Albani telah membenarkan hadits ini dalam Shohih Al-Jami Al-Sagheer wa Ziyadatuh 3/71 nr. 3056 dengan mengatakan hadits itu Hasan dalam penyelidikan dari Al-Targhib 1/91 (juga mengatakan Hasan dalam Terjemahannya kedalam bahasa Inggris “The Etiquettes of Marriage and Wedding, page 11). Dia membuat kontradiksi yang nyata dalam penyelidikannya dalam Mishkatul-Masabih 1/144 nr. 464 mengatakan hadits yang sama ini Lemah, dan dia berkata bahwa perawi-perawinya patut dipercaya tapi rantai sanadnya terputus antara Hasan Basri dan Ammar  sebagaimana yang disebutkan juga oleh Al-Mundhiri dalam Al-Targhib 1/91 !!
: (Hal. 67-69) Abdullah Ibn Salih: Kaatib Al-Layth: Al-albani telah mengeritik Al-Hafiz al-Haitami, Al-Hafiz al-Suyuti, Imam Munawi dan ahli hadits Abu’l-Fadzl al-Ghimari (rh) dalam bukunya Silsilah al-Daeefah 4/302, ketika meneliti hadits yang didalamnya ada perawi Abdullah ibn Salih. Dia (Albani) berkata pada halaman 300 ; “Bagaimana dapat Ibn Salih menjadi benar dan haditsnya menjadi bagus, dia sendiri sangat banyak membuat kesalahan dan ketelitiannya yang kurang, serta ia pernah memasukkan sejumlah hadis yang bermasalah dalam kitabnya, dan ia menukil hadis-hadis itu tanpa mengetahui (status --pen) darinya”. Dia (Albani) tidak menyebutkan bahwa Abdullah Ibn Salih ialah salah satu orang dari perawi Imam Bukhori (yaitu yang digunakan oleh Bukhori), karena (Albani) tidak cocok dengan seleranya, dan dia (Albani) tidak menyebutkan bahwa Ibn Ma’een dan beberapa kritikus dari hadits telah mempercayai dia (Abdullah Ibn Salih). Tetapi Al-Albani berlawanan dengan perkataannya sendiri, pada bagian lain dari kitabnya  telah mengatakan bahwa semua hadits yang diketengahkan Abdullah Ibn Salih sebagai hadis yang baik, dan inilah nukilannya:

Al-Albani berkata dalam de Silsilah Al-Shohihah, 3/229: “Dan sanad itu baik, karena Rashid ibn Saad telah disepakati (para ulama) dapat dipercaya dan siapakah yang lebih darinya sebagai perawi dari hadis Shohih, dan didalamnya terdapat Abdullah Ibn Salih yang pernah mengatakan sesuatu yang tidak mem bahayakan dengan pertolongan Allah swt.!! Al-Albani juga berkata dalam “Sahihah, 2/4063  tentang sanad yang didalamnya terdapat Ibn Salih: “Sanad berkesinambungan yang baik”, dan ia katakan lagi dalam kitab “Shahihah 4/6473  : ”Hadisnya baik karena bersambung”.Wallahu a’lam. (Demikianlah seleksi tulisan Syeikh Saqqaf  yang kami susun dan kutip secara bebas dari terjemahan  bahasa Inggris yang berjudul Al-Albani’s Weakening of Some of Imam Bukhari and Muslim’s Ahadits).

NB: (kemudian Syeikh Saggaf meneruskan dengan beberapa wejangan yang penting, demi keringkasan sengaja tidak diterjemahkan, tetapi bila orang ingin merujuknya bisa lihat bahasa Arabnya. Dengan karunia Allah, ini telah cukup dari buku-buku Syeikh Saggaf untuk meyakinkan siapa saja yang mencari kebenaran, biarkan orang-orang itu sendiri  bersama-sama mengetahui sedikit tentang ilmu hadits. Bila ada orang tertarik untuk mendapatkan buku yang didalamnya ada ratusan kutipan yang serupa (tentang Al-Albani) yang berjudul Tanaqadat Al-Albani Al-Wadihat, silahkan menulis kealamat: IMAM AL-NAWAWI HOUSE POSTBUS 925393 AMMAN JORDAN .)

Setelah kita menyimak sebagian contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ yang ditulis oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhamad  Ibn Ali Hasan As-Saqqaf’ (dimana dalam kitabnya tersebut beliau menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari kitab-kitab yang ditulis oleh Syeikh Al-Albani, yang sebagian telah kami kemukakan tadi), maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ilmu hadits tidak dapat digeluti oleh sembarang orang,  kecuali orang yang telah memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyandang gelar ‘Al-Muhaddits’ (Ahli Hadits) dan memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadits dari universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaikh’ yang memang ahli dalam bidang ini. Dan para Ulama telah menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar ‘orang yang memang memenuhi kriteria sajalah’ yang layak menyandang gelar ini seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang ,berikut ini, siapa Ahli Hadits (muhaddits) itu sebenarnya:

“Menurut sebagian Imam hadits, orang yang disebut dengan Ahli Hadits (Muhaddits) adalah orang yang pernah menulis hadits, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) ke berbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadits)  dan mengkomentari cabang dari kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi --pent) maka tidak di ingkari bahwa dirinya adalah ahli hadits. Tetapi jika ia sudah mengenakan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai --pent) perhiasan lu’lu’ (permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadits Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya, bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddits bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam”. ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).

Sehingga yang layak menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddits’ generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi, Imam Ibn Hibban dan lain-lain. Apakah tidak terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk Ghuluw -pent) dengan menyamakan mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim, imam Abu Dawud dkk --pent) dengan sebagian Syeikh yang tidak pernah menulis hadits, membaca, mendengar, menghafal, meriwayatkan, melakukan perjalanan mencari hadits atau bahkan memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu hadits yang mencapai seribu karangan lebih? Sehingga bukan Sunnah Nabi yang dibela dan ditegakkan, malah sebaliknya yang muncul adalah fitnah dan kekacauan yang timbul dari pekerjaan dan karya-karyanya, sebagaimana contoh-contoh diatas. Ditambah lagi dengan munculnya sikap arogan, dimana dengan mudahnya kelompok ini menyalahkan dan bahkan membodoh-bodohkan para Ulama, karena berdasar penelitiannya (yang hasilnya [tentunya] perlu dikaji dan diteliti ulang seperti sebagian contoh yang telah dikemukakan).

Mereka ‘berani’ menyimpulkan bahwa para Ulama Salaf yang mengikuti salah satu Imam Madzhab ini berhujah dengan hadits-hadits yang lemah atau dhoif dan pendapat merekalah yang benar (walau pun klaim seperti itu tetaplah menjadi klaim saja, karena telah terbukti berbagai kesalahan dan penyimpangannya dari Al-Haq). Oleh karena itu para ulama Salaf ,panutan umat, sudah memperingatkan kita akan kelompok orang yang seperti ini, diantara para ulama  adalah:

Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadits yang bermadzhab Hanafi menukil pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15: “Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan, padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadits (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadits yang bertentangan dengan madzhab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzhab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadits Rasulallah saw.. Padahal hadits ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadits yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya, dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadits seperti ini diserahkan secara mutlak kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang “.

Al-Hafidh Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz 2 hal.130, dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi Al-Mujtahid Ibn Laila bahwa ia berkata: “Seorang tidak dianggap memahami hadits kalau ia tidak mengetahui mana hadits yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan”.

Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik, juz 2hal. 427; Ibn Wahab berkata: “Kalau saja Allah tidak menyelamatkanku melalui Malik dan Laits, maka tersesatlah aku. Ketika ditanya, mengapa begitu, ia menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadits dan itu membingungkanku’. Lalu aku menyampaikannya pada Malik dan Laits, maka mereka berkata: ‘Ambillah ini dan tinggalkan itu’”.
Imam Malik berpesan kepada  kedua keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra Abi Uwais); “Bukankah kalian menyukai hal ini (mengumpulkan dan mendengarkan hadits) serta mempelajarinya?, Mereka menjawab: ‘Ya’, Beliau berkata: ‘Jika kalian ingin mengambil manfaat dari hadits ini dan Allah menjadikannya bermanfaat bagi kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian dan pelajarilah lebih dalam’”. Seperti ini pula Al-Khatib meriwayatkan dengan sanad-nya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih juz II hal. 28.

Al-Khatib meriwayatkan dalam kitabnya Faqih wa Al-Mutafaqih, juz II halaman 15-19, suatu pembicaraan yang panjang dari Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy berkata: “Perhatikan hadits yang kalian kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha agar kalian menjadi ahli fiqh”.

Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz I halaman 66, dengan penjelasan yang panjang dari para Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap As-Sunnah, antara lain:
a) Umar bin Khattab berkata diatas mimbar: “Akan kuadukan kepada Allah orang yang meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan yang diamalkan.

b).Imam Malik berkata: “Para Ahli Ilmu dari kalangan Tabi’in telah menyampaikan hadits-hadits, lalu disampaikan kepada mereka hadits dari orang lain, maka mereka
menjawab: ‘Bukannya kami tidak tahu tentang hal ini, tetapi pengamalannya yang benar adalah tidak seperti ini’ “ .

c). Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah ditanya: “Sesungguhnya telah sampai kepadaku hadits begini dan begitu (berbeda dengan pendapatnya-pent). Maka ia menjawab: ‘Saya pernah mendengarnya, tetapi aku menyaksikan pengamalannya tidak seperti itu’ “ .

d). Ibn Abi zanad, “Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha untuk menanyai mereka tentang sunnah dan hukum-hukum yang diamalkan agar beliau dapat menetapkan. Sedang hadits yang tidak diamalkan akan beliau tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para perawi yang terpercaya”. Demikian perkataan Qodhi Iyadh.

e). Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ‘ala Kholaf’ hal.9, berkata: “ Para Imam dan Fuqoha Ahli Hadits sesungguhnya mengikuti hadits shohih jika hadits itu diamalkan dikalangan para sahabat atau generasi sesudahnya, atau sebagian dari mereka. Adapun yang disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak boleh diamalkan, karena tidak akan meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar pengetahuan bahwa ia memang tidak diamalkan”.
Sehingga cukuplah hadits dari baginda Nabi saw. berikut ini untuk mengakhiri kajian kita ini, agar kita tidak menafsirkan sesuatu yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sebuah hadits yang artinya : “Akan datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada masa itu para pendusta dibenarkan, orang-orang yang jujur didustakan, para pengkhianat dipercaya dan orang-orang yang amanah dianggap khianat, serta bercelotehnya para ‘Ruwaibidhoh’.
Ada yang bertanya: ‘Apa itu ‘Ruwaibidhoh’? Beliau saw. menjawab: ‘Orang bodoh pandir yang berkomentar tentang perkara orang banyak’ “. (HR. Al-Hakim jilid 4 hal. 512 No. 8439 — ia menyatakan bahwa hadits ini shohih; HR. Ibn Majah jilid 2 hal. 1339 no. 4036; HR. Ahmad jilid 2 hal. 219, 338 No.7899, 8440; HR. Abi Ya’la jilid 6 hal. 378 no. 3715; HR. Ath-Thabrani jilid 18 hal. 67  No. 123; HR. Al-Haitsami jilid 7 hal. 284 dalam Majma’ Zawa’id).

Perhatikan peringatan Al-Hafidz Ibn Abdil Barr berikut ini: “Dikatakan oleh Al-Qodhi Mundzir, bahwa Ibn Abdil Barr mencela dua golongan, yang pertama, golongan yang tenggelam dalam ra’yu dan berpaling dari Sunnah, dan kedua, golongan yang sombong yang berlagak pintar padahal bodoh“.(menyampaikan hadits, tetapi tidak mengetahui isinya --pent) (Dirangkum dari Jami’ Bayan Al-Ilm juz IIhal. 171).

Syeikhul Islam Ibn Al-Qoyyim Al-Jawaziyah berkata dalam I’lamu Al-Muwaqqi’in juz I hal. 44, dari Imam Ahmad, bahwa beliau berkata: “Jika sese orang memiliki kitab karangan yang didalamnya termuat sabda Nabi saw., perbedaan sahabat dan tabi’in, maka ia tidak boleh mengamalkan dan menetapkan sekehendak hatinya sebelum menanyakannya pada Ahli Ilmu, mana yang dapat diamalkan dan mana yang tidak dapat diamalkan, sehingga orang tersebut dapat mengamalkan dengan benar”. Demikianlah sebagian kecil (seleksi) isi buku Syeikh Segaf tentang kesalahan-kesalahan Al-Albani dan keterangan para pakar hadits.

Nama-nama sebagian ulama pengeritik Al-Albani
Syekh Al-Albani sering mengeritik dan mensalahkan para ulama lainnya diantaranya beliau mengeritik buku Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq dan buku At-Tajj Al Jaami’ Lil Ushuuli Fii Ahadadiitsir Rasuuli oleh Syeikh Manshur Ali Nashif Husaini. Al-Albani sering menyalahkan dan menolak hadits-hadits yang banyak diketengahkan oleh para pakar hadits baik secara langsung maupun tidak langsung (silahkan buka situs www.abusalafy.wordpress.com ; www.salafytobat.wordpress.com dan situs2 lain yang menyanggah paham salafi/wahabi) . Dia mendudukkan dirinya sebagai sumber yang tidak pernah dikalahkan. Dia selalu meniru kata-kata ulama pakar dalam menyelidiki suatu hadits yaitu  Lam aqif ala sanadih artinya saya tidak menemukan rantaian sanad nya atau kata-kata yang serupa!

Al-Albani dalam Fatawa Al-Albani halaman 432 mengatakan: “Saya katakan kepada mereka yang bertawassul dengan wali dan orang sholeh bahwa saya tidak segan sama sekali menamakan dan menghukum mereka sebagai SESAT dari kebenaran.Tidak ada masalah untuk menghukum mereka sebagai sesat dari kebenaran dan ini sejalan dengan firman Allah kepada nabi Muhammad sebagai sesat dari kebenaran sebelum turunnya wahyu Ad-Dhuha ayat 73”. Jadi Al-Albani  menafsirkan surat Ad-Dhuha:7 bahwa Rasulallah saw. yang sesat, padahal tidak ada para mufassirin yang menafsirkan seperti sekte wahabi ini. Para Mufassirin tidak menisbatkan kata Dhollan kepada Rasulallah saw. sebagai seorang yang sesat, karena Nabi Muhammad saw. tidak pernah sesat dari kebenaran baik sebelum masa kenabian maupun sesudahnya. Para mufassirin menafsirkan ayat itu bahwa beliau saw. ketika itu belum mengetahui kandungan isi Al-Qur’an dan kitab lainnya, kemudian diberi petunjuk dan jalan keluar oleh Allah swt.. Beginipun juga menurut tafsiran Imam Qurtubi. Sedangkan dalam Al-qurán dan terjemahannya, yang dikeluarkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-qurán Dept. Agama RI th.1979/1980 diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, diartikan surat Ad-dhoha : 7 sebagai beikut:: “Dan Dia mendapati kamu (Muhamad) sebagai seorang yang bingung (yaitu kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu Allah swt. menurunkan wahyu [petunjuk] kepada Muhammad saw.), lalu Dia memberikan petunjuk”.  Jadi kata Dollan pada ayat Ad-Dhuha:7 itu bukan diartikan bahwa junjungan kita Muhammad saw.sebagai orang yang sesat !! 

Para ulama yang mengeritik Syekh Al-Albani ini antara lain sebagai berikut:
Kami akan kutip sebagian kecil saja dari para ulama yang mengeritik syeikh al-Albani, sebagai berikut:

Muhammad bin Sholih Al Utsamin ,murid abdul Aziz bin Baz, (satu kelompok dengan madzhab Wahabi/Salafi) dalam kitabnya, Syarh al-’Aqidah al-Wasîthiyyah (Cet. Riyadh: Dar al-Tsurayya, 2003) halaman 638 Utsaimin sangat marah kepada al-bani, sehingga Utsaimin menilai Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali.Dalam kitab ini tertulis yang artinya sebagai berikut :
“Ada seorang laki-laki dewasa ini (yang dimaksud Al-Albani) yang tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali mengatakan, bahwa azan Jum'at yang pertama adalah bid’ah, karena tidak dikenal pada masa Rasul, dan kita harus membatasi pada azan kedua saja! Kita katakan pada laki-laki tersebut: 'sesungguhnya sunnahnya Utsman ra adalah sunnah yang harus diikuti apabila tidak menyalahi sunah Rasul saw dan tidak ditentang oleh seorang pun dari kalangan sahabat yang lebih mengetahui dan lebih ghirah terhadap agama Allah dari pada kamu (Al-Albani). Utsman ra termasuk Khulafaur Rasyidin yang memperoleh pentunjuk, dan diperintahkan oleh Rasullah saw untuk diikuti”.

Sarjana ahli hadits India yang bernama Habib al-Rahman al-A‘zami telah menulis buku yang berjudul al-Albani Shudhudhuh wa Akhta’uh (Kekhilafan dan Kesalahan Al-Albani) dalam empat jilid.

Sarjana Syria yang bernama Muhammad Sa‘id Ramadan al-Buuti menulis dalam dua buku klasiknya yang berjudul al-Lamadhhabiyya Akhtaru Bid‘atin Tuhaddidu al-Shari‘a al-Islamiyya (“Not Following A School of Jurisprudence is the Most Dangerous Innovation Threatening Islamic Sacred Law”) dan al-Salafiyya Marhalatun Zamaniyyatun
Mubaraka La Madhhabun Islami (“The ‘Way of the Early Muslims’ Was A Blessed Historical Epoch, Not An Islamic School of Thought”).

Sarjana hadits dari Marokko yang bernama ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn al-Siddiq al-Ghumari buku-bukunya yang berjudul e Irgham al-Mubtadi‘ al-Ghabi bi Jawaz al-Tawassul bi al-Nabi fi al-Radd ‘ala al-Albani al-Wabi;  (“The Coercion of the Unintelligent Innovator with the Licitness of Using the Prophet as an Intermediary in Refutation of al-Albani the Baneful”), al-Qawl al-Muqni‘ fi al-Radd ‘ala al-Albani al-Mubtadi‘ (“The Persuasive Discourse in Refutation of al-Albani the Innovator”), dan Itqan al-Sun‘a fi Tahqiq Ma‘na al-Bid‘a (“Precise Handiwork in Ascertaining the Meaning of Innovation”).

Sarjana hadits dari Marokko yang bernama ‘Abd al-‘Aziz ibn Muhammad ibn al-Siddiq al-Ghumari bukunya berjudul Bayan Nakth al-Nakith al-Mu‘tadi (“The Exposition of the Treachery of the Rebel”).

Sarjana Hadits dari Syria yang bernama ‘Abd al-Fattah Abu Ghudda bukunya yang berjudul Radd ‘ala Abatil wa Iftira’at Nasir al-Albani wa Sahibihi Sabiqan Zuhayr al-Shawish wa Mu’azirihima (“Refutation of the Falsehoods and Fabrications of Nasir al-Albani and his Former Friend Zuhayr al-Shawish and their Supporters”).

Sarjana hadits dari Mesir yang bernama Muhammad ‘Awwama  bukunya berjudul  Adab al-Ikhtilaf  (“The Proper Manners of Expressing Difference of Opinion”).

Sarjana Mesir yang bernama Mahmud Sa‘id Mamduh buku-bukunya berjudul Wusul al-Tahani bi Ithbat Sunniyyat al-Subha wa al-Radd ‘ala al-Albani (“The Alighting of Mutual Benefit and Confirmation that the Dhikr-Beads are a Sunna in Refutation of al-Albani”) dan Tanbih al-Muslim ila Ta‘addi al-Albani ‘ala Shohih Muslim (“Warning to the Muslim Concerning al-Albani’s Attack on Shohih Muslim”).

Sarjana hadits dari Saudi Arabia yang bernama  Isma‘il ibn Muhammad al-Ansar buku-bukunya yang berjudul Ta‘aqqubat ‘ala “Silsilat al-Ahadith al-Da‘ifa wa al-Mawdu‘a” li al-Albani (“Critique of al-Albani’s Book on Weak and Forged Hadiths”), Tashih Sholat al-Tarawih ‘Ishrina Rak‘atan wa al-Radd ‘ala al-Albani fi Tad‘ifih (“Establishing as Correct the Tarawih Sholat in Twenty Rak‘as and the Refutation of Its Weakening by al-Albani”), dan Ibahat al-Tahalli bi al-Dhahab al-Muhallaq li al-Nisa’ wa al-Radd ‘ala al-Albani fi Tahrimih (“The Licitness of Wearing Gold Jewelry for Women Contrary to al-Albani’s Prohibition of it”).

Sarjana Syria Badr al-Din Hasan Diab bukunya berjudul Anwar al-Masabih ‘ala Zulumat al-Albani fi Sholat al-Tarawih (“Illuminating the Darkness of al-Albani over the Tarawih Prayer”).

Direktur dari Pensubsidian Keagamaan (The Director of Religious Endow- ments) di Dubai, yang bernama ‘Isa ibn ‘Abd Allah ibn Mani‘ al-Himyari buku bukunya yang berjudul al-I‘lam bi Istihbab Shadd al-Rihal li Ziyarati Qabri Khayr al-Anam (“The Notification Concerning the Recommendation of Travelling to Visit the Grave of the Best of Creation) dan al-Bid‘a Al-Hasana Aslun Min Usul al-Tashri‘ (“The Excellent Innovation Is One of the Sources of Islamic Legislation”).

Menteri Agama dan Subsidi dari Arab Emiraat (The Minister of Islamic Affairs and Religious Endowments in the United Arab Emirates) yang bernama Shaykh Muhammad ibn Ahmad al-Khazraji yang menulis artikel al-Albani: Tatarrufatuh  (“Al-Albani’s Extremist Positions”) 

Sarjana dari Syria yang bernama Firas Muhammad Walid Ways dalam edisinya yang berjudul  Ibn al-Mulaqqin’s Sunniyyat al-Jumu‘a al-Qabliyya (“The Sunna Prayers That Must Precede Sholat al-Jumu‘a”).

Sarjana Syria yang bernama Samer Islambuli bukunya yang berjudul  al-Ahad, al-Ijma‘, al-Naskh.

Sarjana Jordania yang bernama As‘ad Salim Tayyim bukunya yang berjudul Bayan Awham al-Albani fi Tahqiqihi li Kitab Fadl al-Sholat ‘ala al-Nabi.

Sarjana Jordania Hasan ‘Ali al-Saqqaf menulis dua jilid yang berjudul Tanaqudat al-Albani al-Wadiha fi ma Waqa‘a fi Tashih al-Ahadith wa Tad‘ifiha min Akhta’ wa Ghaltat (“Albani’s Patent Self-Contradictions in the Mistakes and Blunders He Committed While Declaring Hadiths to be Sound or Weak”), dan tulisan-tulisannya yang lain ialah Ihtijaj al-Kha’ib bi ‘Ibarat man Idda‘a al-Ijma‘ fa Huwa Kadhib (“The Loser’s Recourse to the Phrase: ‘Whoever Claims Consensus Is a Liar!’”), al-Qawl al-Thabtu fi Siyami Yawmal-Sabt (“The Firm Discourse Concerning Fasting on Saturdays”), al-Lajif al-Dhu‘af  li al-Mutala‘ib bi Ahkam al-I‘tikaf (“The Lethal Strike Against Him Who Toys with the Rulings of I‘tikaf), Shohih Sifat Sholat al-Nabi Sallallahu ‘alayhi wa Sallam (“The Correct Description of the Prophet’s Prayer “), I‘lam al-Kha’id bi Tahrim al-Qur’an ‘ala al-Junub wa al-Ha’id (“The Appraisal of the Meddler in the Interdiction of the Qur’an to those in a State of Major Defilement and Menstruating Women”), Talqih al-Fuhum al-‘Aliya (“The Inculcation of Lofty Discernment”), dan Shohih Sharh al-‘Aqida al-Tahawiyya (“The Correct Explanation of al-Tahawi’s Statement of Islamic Doctrine”).

Dan masih banyak ulama berbeda madzhab yang mengeritik kekhilafan dan kesalahan Syekh Al-Albani dan pengikut madzhab Wahabi ini yang tidak tercantum disini.

Kalau kita teliti, banyak ulama dari bermacam-macam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali dan lainnya) mengeritik kekhilafan dan kesalahan ulama madzhab Wahabi, khususnya Syeikh al-Albani, maka kita akan bertanya sendiri apakah bisa beliau ini dikatagorikan sebagai Imam Muhadditsin (Imamnya para ahli hadits) pada zaman sekarang ini sebagaimana yang dijuluki oleh sebagian golongan Salafi/Wahabi? Memang ada ulama-ulama yang memuji Syekh Al- Albani ini dan memuji ulama gologan Salafi/Wahabi lainnya, tapi ulama-ulama yang memuji ini semuanya semadzhab dan sejalan dengan golongan Wahabi/Salafi !

Sudah tentu kita tidak jujur kalau mengatakan bahwa  semua pendapat/paham golongan Salafi/Wahabi ,yang mengaku sebagai penerus akidah dari Ibnu Taimiyyah atau Muhammad Ibnul Wahhab, ini salah dan disangkal oleh ulama pakar lainnya, tapi ada juga pendapat mereka mengenai syariat Islam yang sepaham dengan madzhab ahlus sunnah wal jamaah. Yang sering disangkal tidak lain pendapatnya mengenai tajsim dan tasybih Allah swt.(akidah tauhid) dengan makhluk-Nya, yang mana hal ini bertentangan dengan firman-firman Allah swt. dan sunnah Rasulallah saw.. Disamping itu yang sering disangkal juga oleh para ulama madzhab sunnah mengenai akidah dan pendapat mereka yang membid’ahkan sesat, sampai-sampai berani mensyirikkan tawassul, tabarruk pada pribadi orang baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, ziarah kuburperingatan keagamaan, kumpulan majlis dzikir dan lain sebagainya (baca keterangan tersendiri mengenai bab-bab ini). Padahal semuanya ini mustahab untuk diamalkan serta tidak keluar dari syariat agama, malah banyak dalil shohih baik secara langsung maupun tidak secara langsung yang menganjurkan amalan-amalan tersebut. Setiap Muslim boleh memohon pertolongan dan bertawassul, bertabarruk kepada para Nabi, wali Allah didalam setiap urusan, baik yang gaib maupun yang materi, dengan menjaga dan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya atau akan diuraikan lebih rinci.

Sekali lagi kami cantumkan sebagian judul buku dan nama-nama ulama yang mengeritik akidah atau keyakinan golongan Wahabi/Salafi dan pengikutnya, bukan ingin mencari kesalahan lawan atau ingin membongkar rahasia kekurangannya, tapi yang kami sesalkan dan sayangkan bahwa golongan Wahabi/Salafi ini sangat fanatik kepada ulama kelompoknya sendiri, sehingga sering mensesatkan, mencela, mengkafirkan para ulama atau muslimin selain madzhabnya.  Mereka merasa yang paling pandai, murni dan.....dalam syari’at Islam !.

Kita cukupkan sampai disini pembahasan mengenai seputar paham/keyakinan golongan Wahabi/Salafi. Para ulama telah membantah ajaran golongan Wahabi/Salafi didalam berpuluh-puluh kitab dan makalah yang mereka tulis. ‘Allamah Muhsin Amin telah membantah keyakinan-keyakinan Wahabi melalui syairnya yang panjang, yang terdiri dari 546 bait. Silahkan Anda rujuk di dalam kitabnya yang berjudul Kasyf al-Irtiyab fi atba ‘i Muhammad bin Abdul Wahhab. Banyak sekali kitab ulama dari berbagai madzhab (Hanafi, Malik Syafii dan lain lain) yang menyangkal golongan Wahabi/Salafi. Sanggahan para ulama mengenai akidah para ulama golongan Wahabi/Salafi dan pengikutnya para pembaca bisa membuka situs dalam bahasa Indonesia: www.abusalafy.wordpress.com ;  www.majlisrasulallah.com., www.salafytobat dan lain sebagainya dan dalam bahasa Inggris:  www.ummah.net/Al_adaab/radd_ul_salafiyya.html.

Sebagai manusia yang penuh kekurangan, kami mengharap masukan dan saran dari segenap para pembaca budiman silahkan
kirim via email syafii_ali55@yahoo.com.
Semoga Allah swt. memberi hidayah dan taufiq kepada kaum muslimin serta diampunkan dosa-dosa kaum muslimin terutama kaum muslimin yang telah wafat. Amin.

No comments:

Post a Comment

Tentang Saya