Ibadah ialah ketundukan kata-kata dan perbuatan, yang bersumber dari keyakinan adanya sifat uluhiyyah atau sifat rububiyyah pada diri sesuatu yang di-ibadahi, atau keyakinan bahwa sesuatu itu merdeka
didalam perbuatannya, atau memiliki kekuasaan atas
salah satu segi dari kehidupannya secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt. Maka seluruh perbuatan yang disertai dengan keyakinan seperti itu terhitung sebagai perbuatan syirik kepada Allah. Oleh karena itu, kita menemukan orang-orang musyrik jahiliyyah meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka memiliki sifat-sifat ketuhanan. Al-Qur’an al-Karim dengan gamblang telah menjelaskan hal ini.
Allah swt. berfirman, “Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka”. (QS. Maryam:81). Allah swt. telah menjelaskan hal ini didalam firman-Nya yang berarti: “Dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok kamu, (yaitu) orang-orang yang menganggap adanya Tuhan yang lain di samping Allah; maka kelak mereka akan mengetahui akibatnya”. (QS. al-Hijr: 94-96).
Ayat-ayat diatas ini menjelaskan bahwa terperosoknya para penyembah berhala kedalam kemusyrikan ialah disebabkan mereka meyakini sesembahannya memiliki sifat-sifat ketuhanan. Ayat-ayat tersebut menetapkan perbandingan didalam masalah syirik. Yaitu keyakinan akan adanya sifat-sifat ketuhanan pada diri ma’bud (sesuatu yang disembah). Oleh karena itu, mereka menolak dan mengingkari akidah tauhid yang dibawa oleh Rasulallah saw.. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Tiada Tuhan selain Allah’, mereka menyombongkan diri.” (QS. ash-Shaffat: 35). Semua dakwah para nabi kepada manusia ditujukan untuk memerangi keyakinan mereka yang mengatakan adanya Tuhan selain Allah. Orang musyrikin meyakini pada diri sesuatu yang disembah (ma’bud) mempunyai sifat ketuhanan. Karena, tidaklah masuk akal ada ibadah yang tidak disertai dengan keyakinan adanya sifat ketuhanan pada diri ma’bud (sesuatu yang disembah). Dengan kata lain, meyakini terlebih dahulu, baru kemudian menyembah. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (QS. al-A’raf: 59).
Dengan demikian, Al-Qur’an telah menjelaskan penyimpangan mereka dari Tuhan yang sesungguhnya. Jadi jelas perbandingan dalam masalah syirik ialah ketundukan yang disertai dengan keyakinan akan adanya sifat-sifat ketuhanan. Terkadang kemusyrikan itu sebagai hasil dari keyakinan adanya sifat rububiyyah pada diri ma’bud. Artinya, seseorang meyakini bahwa sesembahannya memiliki kekuasaan atas urusannya, seperti urusan penciptaan, pemberian rezeki, hidup dan mati. Dengan demikian, orang yang tunduk kepada sesuatu dengan keyakinan sesuatu itu mempunyai sifat-sifat rububiyyah maka berarti dia telah beribadah kepadanya.
Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an menyeru orang-orang kafir dan orang-orang musyrik untuk menyembah Tuhan yang Mahabenar. Allah swt. berfirman; “Padahal al-Masih berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabb-mu dan Rabb-ku’. (QS. al-Maidah: 72). Firman-Nya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Rabb-mu, maka sembahlah Aku.” ( QS. al-Anbiya: 92)
Disana juga terdapat tolok ukur yang ketiga. Yaitu keyakinan bahwa sesuatu itu merdeka didalam zat dan perbuatannya, dengan tanpa bersandar kepada Allah swt. Sikap khudhu’ yang disertai dengan keyakinan seperti yang telah dikemukakan tadi termasuk syirik. Jika anda tunduk dihadapan seorang manusia, dengan keyakinan bahwa dia merdeka didalam perbuatannya, baik perbuatannya itu perbuatan yang biasa, seperti berbicara dan bergerak, maupun seperti mukjizat yang dilakukan oleh para nabi, maka ketundukan anda ini masuk kedalam kategori ibadah. Bahkan, jika seandainya seorang manusia meyakini bahwa tablet obat menyembuhkan penyakit kepala secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt., maka keyakinannya ini terhitung syirik. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa tolok ukur ibadah bukanlah semata-mata penampakkan ketundukan dan perendahan diri, melainkan ketundukan dan perendahan diri dengan ucapan maupun perbuatan kepada sesuatu yang diyakini bahwa dia itulah, Rabb, atau pemilik salah satu dari urusannya secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt.
salah satu segi dari kehidupannya secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt. Maka seluruh perbuatan yang disertai dengan keyakinan seperti itu terhitung sebagai perbuatan syirik kepada Allah. Oleh karena itu, kita menemukan orang-orang musyrik jahiliyyah meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka memiliki sifat-sifat ketuhanan. Al-Qur’an al-Karim dengan gamblang telah menjelaskan hal ini.
Allah swt. berfirman, “Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka”. (QS. Maryam:81). Allah swt. telah menjelaskan hal ini didalam firman-Nya yang berarti: “Dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok kamu, (yaitu) orang-orang yang menganggap adanya Tuhan yang lain di samping Allah; maka kelak mereka akan mengetahui akibatnya”. (QS. al-Hijr: 94-96).
Ayat-ayat diatas ini menjelaskan bahwa terperosoknya para penyembah berhala kedalam kemusyrikan ialah disebabkan mereka meyakini sesembahannya memiliki sifat-sifat ketuhanan. Ayat-ayat tersebut menetapkan perbandingan didalam masalah syirik. Yaitu keyakinan akan adanya sifat-sifat ketuhanan pada diri ma’bud (sesuatu yang disembah). Oleh karena itu, mereka menolak dan mengingkari akidah tauhid yang dibawa oleh Rasulallah saw.. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Tiada Tuhan selain Allah’, mereka menyombongkan diri.” (QS. ash-Shaffat: 35). Semua dakwah para nabi kepada manusia ditujukan untuk memerangi keyakinan mereka yang mengatakan adanya Tuhan selain Allah. Orang musyrikin meyakini pada diri sesuatu yang disembah (ma’bud) mempunyai sifat ketuhanan. Karena, tidaklah masuk akal ada ibadah yang tidak disertai dengan keyakinan adanya sifat ketuhanan pada diri ma’bud (sesuatu yang disembah). Dengan kata lain, meyakini terlebih dahulu, baru kemudian menyembah. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (QS. al-A’raf: 59).
Dengan demikian, Al-Qur’an telah menjelaskan penyimpangan mereka dari Tuhan yang sesungguhnya. Jadi jelas perbandingan dalam masalah syirik ialah ketundukan yang disertai dengan keyakinan akan adanya sifat-sifat ketuhanan. Terkadang kemusyrikan itu sebagai hasil dari keyakinan adanya sifat rububiyyah pada diri ma’bud. Artinya, seseorang meyakini bahwa sesembahannya memiliki kekuasaan atas urusannya, seperti urusan penciptaan, pemberian rezeki, hidup dan mati. Dengan demikian, orang yang tunduk kepada sesuatu dengan keyakinan sesuatu itu mempunyai sifat-sifat rububiyyah maka berarti dia telah beribadah kepadanya.
Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an menyeru orang-orang kafir dan orang-orang musyrik untuk menyembah Tuhan yang Mahabenar. Allah swt. berfirman; “Padahal al-Masih berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabb-mu dan Rabb-ku’. (QS. al-Maidah: 72). Firman-Nya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Rabb-mu, maka sembahlah Aku.” ( QS. al-Anbiya: 92)
Disana juga terdapat tolok ukur yang ketiga. Yaitu keyakinan bahwa sesuatu itu merdeka didalam zat dan perbuatannya, dengan tanpa bersandar kepada Allah swt. Sikap khudhu’ yang disertai dengan keyakinan seperti yang telah dikemukakan tadi termasuk syirik. Jika anda tunduk dihadapan seorang manusia, dengan keyakinan bahwa dia merdeka didalam perbuatannya, baik perbuatannya itu perbuatan yang biasa, seperti berbicara dan bergerak, maupun seperti mukjizat yang dilakukan oleh para nabi, maka ketundukan anda ini masuk kedalam kategori ibadah. Bahkan, jika seandainya seorang manusia meyakini bahwa tablet obat menyembuhkan penyakit kepala secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt., maka keyakinannya ini terhitung syirik. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa tolok ukur ibadah bukanlah semata-mata penampakkan ketundukan dan perendahan diri, melainkan ketundukan dan perendahan diri dengan ucapan maupun perbuatan kepada sesuatu yang diyakini bahwa dia itulah, Rabb, atau pemilik salah satu dari urusannya secara merdeka dan terlepas dari kekuasaan Allah swt.
No comments:
Post a Comment